Hermeneutika dan refleksinya :
Menurut para ahli Kitab Suci kisah penciptaan ini berasal dari tradisi Para Imam. Kisah ini lebih abstrak dan teologis daripada kisah berikutnya. Pengarang kisah pertama ini bermaksud mengelompokkan semua makhluk dengan cara yang ditinjau dari segi logika dapat memuaskan dan yang mencakup segala seuatu yang dijadikan Allah. Dengan berpegang suatu bagan yang rapi tersusun pengarang mengisahkan kisah penciptaan dalam satu minggu. Karya Allah berakhir dengan dengan beristirahat, sebagaimana orang beristirahat pada hari Sabat. Semua makhluk mulai berada atas kehendak Allah. mula-mula diciptakan apa yang rendah martabatnya, lalu yang lain-lain sampai dengan makhluk yang paling mulia, yaitu manusia, gambaran Allah dan raja alam semesta. Kisah penciptaan ini disusun berdasarkan ilmu pengetahuan yang amat primitif. karenanya tidak berguna sama sekali berusaha menyesuaikan kisah ini dengan ilmu pengetahuan modern. tetapi dalam bentuk yang sesuai dalam zaman penyusunannya kisah ini menyajikan ajaran berupa wahyu mengenai Allah yang esa dan transenden, Allah yang ada sebelum dunia dan yang menciptakan segala sesuatu. Dan inilah ajaran yang berlaku bagi segala zaman.
Beberapa makna yang patut dijadikan refleksi iman adalah :
- Allah adalah esa, telah ada sejak permulaan, dari kekal sampai kekal
- Allah adalah pencipta segala sesuatu yang ada di dalam dunia
- Allah menciptakan segala sesuatu dalam tata urutan menurut kebijaksanaan ilahi
- Terang dan gelap : kehadiran Allah pertama-tama membawa keteraturan (cosmos), memisahkan terang dari gelap (baca : menerangi segala sesuatu sehingga tidak ada lagi kegelapan - baca: kegelapan (kejahatan)). Ketiadaan Allah membawa kekacauan, ketidakteraturan (chaos), kegelapan. Allah tidak menciptakan kegelapan.
- Segala ciptaan dijadikan terarah pada manusia, puncak dan mahkota penciptaan, sebagai yang paling mulia dari segala ciptaan
- Manusia diciptakan Allah menurut gambar dan rupa Allah. Istilah “gambar” mengartikan kesamaan manusia dengan Allah dalam akal, kehendak (bebas) dan kekuasaan, meskipun semua itu tetap dipandang sebagai pemberian Allah. Sedangkan istilah “rupa” hendak memperlemah arti istilah “gambar”. dengan istilah ini ditegaskan bahwa manusia hanyalah makhluk (ciptaan) yang sama dengan binatang dan tumbuhan dan ciptaan lain yang tidak mungkin dapat menyamai PenciptaNya.
Manusia diciptakan oleh Allah dengan suatu perintah (kuasa) untuk menaklukkan dan menguasai (baca: mempelajari, memanfaatkan dan mengolah dengan baik) alam semesta. Kuasa yang ada pada manusia untuk menaklukkan dan menguasai alam bukanlah kuasa mutlak yang ada pada diri manusia. Kuasa yang ada pada diri manusia adalah pemberian Allah, karenanya tidak sepatutnya manusia menyombongkan diri dengan kekuasaan yang ada padanya (lihat poin di atas).