Pengakuan Iman Kristen diawali dengan rumusan yang mengakui adanya Allah. Dalam rumusan pengakuan iman dengan sengaja dipakai kata, Aku, bukan, Kami. Dipandang dari sudut tata bahasa Indonesia, maka kata, Aku berfungsi sebagai kata ganti pertama tunggal. Sedangkan kata, Kami berfungsi sebagai kata ganti pertama jamak. Maka jika dalam rumusan pengakuan iman dipakai kata Aku, maka yang mengakui iman kepada Allah bukan kelompok atau sekelompok orang, tetapi justru diri sendiri sebagai pribadi yang berdiri sendiri di hadapan Allah.
Dengan mengucapkan “Aku percaya …”, berarti sebagai orang yang beriman atau percaya kepada Allah harus berani menyatakan pengakuannya di hadapan orang lain. Beriman kepada Allah berarti menundukkan seluruh pikiran dan kehendakNya kepada Allah. Abraham bersedia meninggalkan Ur-Kasdim menuju tempat yang akan ditunjukkan oleh Tuhan karena percaya kepada kehendak Allah sendiri (Kejadian 12). Dalam peristiwa ini, Abaraham tidak lagi mengandalkan kehendak dan pikirannya sebagai manusia, tetapi sepenuhnya mengandalkan kehendak dan rencana Allah sendiri. Karena imannya kepada Allah yang begitu besar maka Abraham tidak hanya menjadi orang yang beriman atau orang yang percaya, tetapi juga akhirnya menjadi Bapa bagi orang percaya. Demikian juga dengan kisah Rut, wanita dari bangsa Moab. Rut berani mengambil keputusan yang berat, yaitu meninggalkan sanak keluarganya di Moab dan ikut Naomi ke Israel. Maka percaya atau beriman juga merupakan suatu ikatan pribadi manusia sebagai pribadi dengan Allah dan sekaligus mempercayai segala kebenaran yang telah dinyatakan oleh Allah sendiri.
Manusia mencari Allah
Manusia setiap hari melihat kenyataan yang sulit dimengerti, yaitu adanya siklus kehidupan yang berkisar sekitar kelahiran dan kematian. Dua peristiwa ini dirasakan sangat bertolak belakang dan manusia hidup di antaranya. Kelahiran seorang anak manusia umunya disambut dengan sukacita, sebaliknya peristiwa kematian seorang manusia dirasakan menyedihkan, menyakitkan hati dan juga dianggap sebagai peristiwa yang tidak masuk akal serta mengerikan.
Selasa, 20 Maret 2012
Minggu, 18 Maret 2012
Contoh Renungan Tuguran Kamis Putih Malam
Setelah Perayaan Hari Kamis Putih Malam, setelah altar dilucuti, Gereja mengadakan ibadat tuguran untuk berjaga-jaga selama kurang lebih 1 jam sambil berdoa bersama Yesus. Dalam ibadat tuguran banyak terjadi suasana hening untuk melakukan renungan dan refleksi. Berikut adalah contoh renungan yang pernah saya bawakan dalam Ibadat Tuguran Kamis Putih malam. Renungan berikut baik bila dibawakan dengan perlahan (tidak terburu-buru) namun tegas, sambil diiringi musik instrumental reflektif. Renungan ini dapat Anda modifikasi sendiri, terutama di bagian pertanyaan-pertanyaan reflektif, dengan memperhatikan : Tema APP Keuskupan ybs atau situasi dan kondisi umat setempat. Semoga bermanfaat.
“BETAPA LEBAR DAN PANJANGNYA, BETAPA TINGGI DAN DALAMNYA KASIH KRISTUS" (Ef 3:18b)
Bapak Ibu dan Saudara-saudari yang terkasih, malam ini kita bersama-sama dengan Yesus, berjaga bersamaNya, menemaniNya dalam kesendirian dan kegelisahannya, kita mempersatukan hati dengan hatiNya yang kini diliputi ketakutan dan dukacita yang mendalam. Lihatlah Ia yang sendirian, gentar dan ketakutan dalam doaNya.
"Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki."
Kita mau malam ini bersama-sama berjaga bersama Yesus, menemaniNya yang sedang mengambil keputusan tersulit dalam tugas dan perutusanNya ke dunia, yaitu untuk menyelamatkan kita dengan menderita dan wafat di kayu salib. Itu sebabNya Yesus sangat ketakutan, peluhNya menjadi seperti tetes-tetes darah. Ia sangat sedih dan gentar. Tetapi dalam ketakutan dan kegelisahanNya, Yesus telah mengambil keputusan yang luar biasa: “Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!"
Yesus telah menunjukkan tanggung jawab yang luar biasa akan tugas dan perutusan yang diembanNya dari Bapa. Ia menyerahkan seluruh kekuatan, kehendak, dan bahkan hidupnya sendiri Ia serahkan untuk menyelesaikan tugas dan tanggungjawab yang telah diterimaNya dari Bapa. Saat-saat terakhir hidupNya saat tergantung di kayu salib Ia berkata: “Sudah selesai’. Ia telah menyelesaikan dengan sempurna tugas perutusanNya di dunia, dan terlaksanalah karya penyelamatan Allah lewat penderitaan dan kematian Yesus itu. Kita diselamatkan karena Yesus telah mati untuk kita. Sungguh “Betapa lebar dan panjangnya, betapa tinggi dan dalamnya kasih Kristus”. tak terukur kasihNya… Tak terhingga kebaikanNya… Telah dibuktikanNya kesetiaan dan kasihNya… Yesus telah menyerahkan segala-galanya demi cinta kasihNya kepada kita. Ia ingin kita selamat, Yesus menghendaki kita menerima hidup yang baru sebagai putera-puteri Allah, serupa dengan Ia yang telah setia sampai menyerahkan semuanya demi kehendak BapaNya.