"KAMU DIKUBURKAN BERSAMA DIA DALAM BAPTISAN DAN DI DALAM DIA KAMU TURUT DIBANGKITKAN JUGA."
Pada tanggal 22 Februari 2011 dipublikasikan Pesan Prapaskah 2011 dari Bapa Suci Benediktus XVI. Teks pesan ini, tertanggal 4 November 2010, mengambil judul berdasarkan suatu ayat dari Surat St Paulus kepada Jemaat di Kolose: "Kamu dikuburkan bersama dengan Dia dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga". Dengan tema ini kita diajak untuk Memperbaharui Karunia Baptisan yang kita terima selama masa Prapaska.
Kutipan dari versi bahasa Inggris dokumen tersebut diberikan di bawah ini:
"Fakta bahwa, dalam banyak kasus, Baptisan diterima di masa kanak-kanak menyoroti bahwa Baptisan adalah karunia Allah: tak ada yang memperoleh hidup kekal melalui upaya mereka sendiri. Kerahiman Allah, yang menghapuskan dosa dan, pada saat yang sama, memungkinkan kita untuk mengalami 'pikiran Kristus Yesus' di dalam kehidupan kita, diberikan kepada manusia secara bebas".
"Oleh karena itu, Baptisan bukanlah suatu ritus dari masa lalu, tapi perjumpaan dengan Kristus, yang memberikan pengetahuan tentang seluruh eksistensi orang yang dibaptis, menganugerahkan kehidupan ilahi dan ajakan untuk melakukan pertobatan secara tulus; diprakarsai dan didukung oleh Rahmat Karunia, Baptisan memungkinkan orang yang dibaptis mencapai pendewasaan seperti Kristus".
"Ikatan khusus menghubungkan Baptisan dengan Prapaskah sebagai masa yang baik untuk mengalami Rahmat Karunia yang menyelamatkan ini. ... Bahkan Gereja selalu mengaitkan Malam Paskah dengan perayaan Baptisan. ... Rahmat Karunia cuma-cuma ini harus selalu dihidupkan kembali di dalam diri kita masing-masing, dan Prapaskah menawarkan kepada kita jalan seperti katekumenat ini, yang bagi umat Kristiani di masa Gereja awal, seperti para katekumen pada hari ini, adalah tempat tak tergantikan untuk mempelajari iman dan kehidupan Kristiani. Mereka sungguh-sungguh menjalani kehidupan Baptisan mereka sebagai suatu tindakan yang membentuk seluruh eksistensi mereka.
Senin, 28 Februari 2011
Rabu, 16 Februari 2011
SEJARAH ALKITAB
Bahan Tambahan untuk Katekese Dewasa
1. Sejarah Terbentuknya Kitab-kitab Perjanjian Lama
Alkitab Gereja Katolik terdiri dari 73 kitab, yaitu Perjanjian Lama terdiri dari 46 kitab sedangkan Perjanjian Baru terdiri dari 27 kitab.Bagaimanakah sejarahnya sehingga Alkitab terdiri dari 73 kitab, tidak lebih dan tidak kurang ?
Pertama, kita akan mengupas kitab-kitab Perjanjian Lama yang dibagi dalam tiga bagian utama :
Selama lebih dari 2000 tahun, nabi Musa dianggap sebagai penulis dari Kitab Taurat, oleh karena itu kitab ini sering disebut Kitab Nabi Musa dan sepanjang Alkitab ada referensi kepada "Hukum Nabi Musa". Tidak ada seorangpun yang dapat memastikan siapa yang menulis Kitab Taurat, tetapi tidak disangkal bahwa nabi Musa memegang peran yang unik dan penting dalam berbagai peristiwa-peristiwa yang terekam dalam kitab-kitab ini. Sebagai orang Katolik, kita percaya bahwa Alkitab adalah hasil inspirasi Ilahi dan karenanya identitas para manusia pengarangnya tidaklah penting.
Nabi Musa menaruh satu set kitab di dalam Tabut Perjanjian (The Ark of The Covenant) kira-kira 3300 tahun yang lalu. Lama kemudian Kitab Para Nabi dan Naskah-naskah ditambahkan kepada Kitab Taurat dan membentuk Kitab-kitab Perjanjian Lama. Kapan tepatnya isi dari Kitab-kitab Perjanjian Lama ditentukan dan dianggap sudah lengkap, tidaklah diketahui secara pasti. Yang jelas, setidaknya sejak lebih dari 100 tahun sebelum kelahiran Kristus, Kitab-kitab Perjanjian Lama sudah ada seperti umat Katolik mengenalnya sekarang.
Kitab-kitab Perjanjian Lama pada awalnya ditulis dalam bahasa Ibrani (Hebrew) bagi Israel, umat pilihan Allah. Tetapi setelah orang-orang Yahudi terusir dari tanah Palestina dan akhirnya menetap di berbagai tempat, mereka kehilangan bahasa aslinya dan mulai berbicara dalam bahasa Yunani (Greek) yang pada waktu itu merupakan bahasa internasional. Oleh karena itu menjadi penting kiranya untuk menyediakan bagi mereka, terjemahan seluruh Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani. Pada waktu itu di Alexandria berdiam sejumlah besar orang Yahudi yang berbahasa Yunani. Selama pemerintahan Ptolemius II Philadelphus (285 - 246 SM) proyek penterjemahan dari seluruh Kitab Suci orang Yahudi ke dalam bahasa Yunani dimulai oleh 70 atau 72 ahli-kitab Yahudi - menurut tradisi - 6 orang dipilih mewakili setiap dari 12 suku bangsa Israel. Terjemahan ini diselesaikan sekitar tahun 250 - 125 SM dan disebut Septuagint, yaitu dari kata Latin yang berarti 70 (LXX), sesuai dengan jumlah penterjemah. Kitab ini sangat populer dan diakui sebagai Kitab Suci resmi (kanon Alexandria) kaum Yahudi yang terusir, yang tinggal di Asia Kecil dan Mesir. Pada waktu itu Ibrani adalah bahasa yang nyaris mati dan orang-orang Yahudi di Palestina umumnya berbicara dalam bahasa Aram. Jadi tidak mengherankan kalau Septuagint adalah terjemahan yang digunakan oleh Yesus, para Rasul dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru. Bahkan, 300 kutipan dari Kitab Perjanjian Lama yang ditemukan dalam Kitab Perjanjian Baru adalah berasal dari Septuagint. Harap diingat juga bahwa seluruh Kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani.
1. Sejarah Terbentuknya Kitab-kitab Perjanjian Lama
Alkitab Gereja Katolik terdiri dari 73 kitab, yaitu Perjanjian Lama terdiri dari 46 kitab sedangkan Perjanjian Baru terdiri dari 27 kitab.Bagaimanakah sejarahnya sehingga Alkitab terdiri dari 73 kitab, tidak lebih dan tidak kurang ?
Pertama, kita akan mengupas kitab-kitab Perjanjian Lama yang dibagi dalam tiga bagian utama :
- Hukum-hukum Taurat,
- Kitab nabi-nabi, dan
- Naskah-naskah.
Selama lebih dari 2000 tahun, nabi Musa dianggap sebagai penulis dari Kitab Taurat, oleh karena itu kitab ini sering disebut Kitab Nabi Musa dan sepanjang Alkitab ada referensi kepada "Hukum Nabi Musa". Tidak ada seorangpun yang dapat memastikan siapa yang menulis Kitab Taurat, tetapi tidak disangkal bahwa nabi Musa memegang peran yang unik dan penting dalam berbagai peristiwa-peristiwa yang terekam dalam kitab-kitab ini. Sebagai orang Katolik, kita percaya bahwa Alkitab adalah hasil inspirasi Ilahi dan karenanya identitas para manusia pengarangnya tidaklah penting.
Nabi Musa menaruh satu set kitab di dalam Tabut Perjanjian (The Ark of The Covenant) kira-kira 3300 tahun yang lalu. Lama kemudian Kitab Para Nabi dan Naskah-naskah ditambahkan kepada Kitab Taurat dan membentuk Kitab-kitab Perjanjian Lama. Kapan tepatnya isi dari Kitab-kitab Perjanjian Lama ditentukan dan dianggap sudah lengkap, tidaklah diketahui secara pasti. Yang jelas, setidaknya sejak lebih dari 100 tahun sebelum kelahiran Kristus, Kitab-kitab Perjanjian Lama sudah ada seperti umat Katolik mengenalnya sekarang.
Kitab-kitab Perjanjian Lama pada awalnya ditulis dalam bahasa Ibrani (Hebrew) bagi Israel, umat pilihan Allah. Tetapi setelah orang-orang Yahudi terusir dari tanah Palestina dan akhirnya menetap di berbagai tempat, mereka kehilangan bahasa aslinya dan mulai berbicara dalam bahasa Yunani (Greek) yang pada waktu itu merupakan bahasa internasional. Oleh karena itu menjadi penting kiranya untuk menyediakan bagi mereka, terjemahan seluruh Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani. Pada waktu itu di Alexandria berdiam sejumlah besar orang Yahudi yang berbahasa Yunani. Selama pemerintahan Ptolemius II Philadelphus (285 - 246 SM) proyek penterjemahan dari seluruh Kitab Suci orang Yahudi ke dalam bahasa Yunani dimulai oleh 70 atau 72 ahli-kitab Yahudi - menurut tradisi - 6 orang dipilih mewakili setiap dari 12 suku bangsa Israel. Terjemahan ini diselesaikan sekitar tahun 250 - 125 SM dan disebut Septuagint, yaitu dari kata Latin yang berarti 70 (LXX), sesuai dengan jumlah penterjemah. Kitab ini sangat populer dan diakui sebagai Kitab Suci resmi (kanon Alexandria) kaum Yahudi yang terusir, yang tinggal di Asia Kecil dan Mesir. Pada waktu itu Ibrani adalah bahasa yang nyaris mati dan orang-orang Yahudi di Palestina umumnya berbicara dalam bahasa Aram. Jadi tidak mengherankan kalau Septuagint adalah terjemahan yang digunakan oleh Yesus, para Rasul dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru. Bahkan, 300 kutipan dari Kitab Perjanjian Lama yang ditemukan dalam Kitab Perjanjian Baru adalah berasal dari Septuagint. Harap diingat juga bahwa seluruh Kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani.
Rabu, 09 Februari 2011
Bai Fang Li, Sebuah Cinta Yang Istimewa Untuk Seorang Yang Luar Biasa
Cerita bermakna berikut dapat dipakai sebagai alternatif contoh cerita dalam bahan katekese APP (Aksi Puasa Pembangunan) Keuskupan Aagung Jakarta Tahun 2011: "Mari Berbagi" dalam masa Prapaskah tahun ini. Bahan Sosialisasi Komisi Kerasulan Kitab Suci tentang APP KAJ Tahun 2011: "Mari Berbagi" dapat didownload di site KAJ di LINK INI (silahkan klik).
Semoga bermanfaat.
Namanya BAI FANG LI. Pekerjaannya adalah seorang tukang becak. Seluruh hidupnya dihabiskankan di atas sadel becaknya, mengayuh dan mengayuh untuk memberi jasanya kepada orang yang naik becaknya. Mengantarkan ke mana saja pelanggannya menginginkannya, dengan imbalan uang sekedarnya.
Tubuhnya tidaklah perkasa. Perawakannya malah tergolong kecil untuk ukuran becaknya atau orang-orang yang menggunakan jasanya. Tetapi semangatnya luar biasa untuk bekerja. Mulai jam enam pagi setelah melakukan rutinitasnya untuk bersekutu dengan Tuhan. Dia melalang di jalanan, di atas becaknya untuk mengantar para pelanggannya. Dan ia akan mengakhiri kerja kerasnya setelah jam delapan malam.
Para pelanggannya sangat menyukai Bai Fang Li, karena ia pribadi yang ramah dan senyum tak pernah lekang dari wajahnya. Dan ia tak pernah mematok berapa orang harus membayar jasanya. Namun karena kebaikan hatinya itu, banyak orang yang menggunakan jasanya membayar lebih. Mungkin karena tidak tega, melihat bagaimana tubuh yang kecil malah tergolong ringkih itu dengan nafas yang ngos-ngosan (apalagi kalau jalanan mulai menanjak) dan keringat bercucuran berusaha mengayuh becak tuanya.
Bai Fang Li tinggal di sebuah gubuk reot yang nyaris sudah mau rubuh, di daerah yang tergolong kumuh, bersama dengan banyak tukang becak, para penjual asongan dan pemulung lainnya. Gubuk itu pun bukan miliknya, karena ia menyewanya secara harian. Perlengkapan di gubuk itu sangat sederhana. Hanya ada sebuah tikar tua yang telah robek-robek di pojok-pojoknya, tempat di mana ia biasa merebahkan tubuh penatnya setelah sepanjang hari mengayuh becak.
Gubuk itu hanya merupakan satu ruang kecil di mana ia biasa merebahkan tubuhnya beristirahat, di ruang itu juga ia menerima tamu yang butuh bantuannya, di ruang itu juga ada sebuah kotak dari kardus yang berisi beberapa baju tua miliknya dan sebuah selimut tipis tua yang telah bertambal-tambal. Ada sebuah piring seng comel yang mungkin diambilnya dari tempat sampah di mana biasa ia makan, ada sebuah tempat minum dari kaleng. Di pojok ruangan tergantung sebuah lampu templok minyak tanah, lampu yang biasa dinyalakan untuk menerangi kegelapan di gubuk tua itu bila malam telah menjelang.
Semoga bermanfaat.
Namanya BAI FANG LI. Pekerjaannya adalah seorang tukang becak. Seluruh hidupnya dihabiskankan di atas sadel becaknya, mengayuh dan mengayuh untuk memberi jasanya kepada orang yang naik becaknya. Mengantarkan ke mana saja pelanggannya menginginkannya, dengan imbalan uang sekedarnya.
Tubuhnya tidaklah perkasa. Perawakannya malah tergolong kecil untuk ukuran becaknya atau orang-orang yang menggunakan jasanya. Tetapi semangatnya luar biasa untuk bekerja. Mulai jam enam pagi setelah melakukan rutinitasnya untuk bersekutu dengan Tuhan. Dia melalang di jalanan, di atas becaknya untuk mengantar para pelanggannya. Dan ia akan mengakhiri kerja kerasnya setelah jam delapan malam.
Para pelanggannya sangat menyukai Bai Fang Li, karena ia pribadi yang ramah dan senyum tak pernah lekang dari wajahnya. Dan ia tak pernah mematok berapa orang harus membayar jasanya. Namun karena kebaikan hatinya itu, banyak orang yang menggunakan jasanya membayar lebih. Mungkin karena tidak tega, melihat bagaimana tubuh yang kecil malah tergolong ringkih itu dengan nafas yang ngos-ngosan (apalagi kalau jalanan mulai menanjak) dan keringat bercucuran berusaha mengayuh becak tuanya.
Bai Fang Li tinggal di sebuah gubuk reot yang nyaris sudah mau rubuh, di daerah yang tergolong kumuh, bersama dengan banyak tukang becak, para penjual asongan dan pemulung lainnya. Gubuk itu pun bukan miliknya, karena ia menyewanya secara harian. Perlengkapan di gubuk itu sangat sederhana. Hanya ada sebuah tikar tua yang telah robek-robek di pojok-pojoknya, tempat di mana ia biasa merebahkan tubuh penatnya setelah sepanjang hari mengayuh becak.
Gubuk itu hanya merupakan satu ruang kecil di mana ia biasa merebahkan tubuhnya beristirahat, di ruang itu juga ia menerima tamu yang butuh bantuannya, di ruang itu juga ada sebuah kotak dari kardus yang berisi beberapa baju tua miliknya dan sebuah selimut tipis tua yang telah bertambal-tambal. Ada sebuah piring seng comel yang mungkin diambilnya dari tempat sampah di mana biasa ia makan, ada sebuah tempat minum dari kaleng. Di pojok ruangan tergantung sebuah lampu templok minyak tanah, lampu yang biasa dinyalakan untuk menerangi kegelapan di gubuk tua itu bila malam telah menjelang.
Senin, 07 Februari 2011
ASPAL SURGA
Suatu hari seorang penambang menemukan harta karun berupa emas batangan dalam jumlah yang sangat banyak. Tanpa berpikir lama, emas-emas batangan tersebut dimasukan dalam sebuah tas. Setiap hari kemanapun dia pergi, tas tersebut selalu ditentengnya hingga dia meninggal dan kini berada di pintu masuk surga. Saat penambang itu tiba, seorang malaikat bertanya mengapa ia membawa-bawa aspal dalam tasnya. "Ini bukan aspal..!" jelasnya, "Ini emas."
Sang Malaikat menanggapi perkataan manusia itu dengan berkata, "Di bumi, benda itu memang disebut emas, tetapi disini, di surga, kami memakainya untuk mengeraskan jalan-jalan."
Sang Malaikat menanggapi perkataan manusia itu dengan berkata, "Di bumi, benda itu memang disebut emas, tetapi disini, di surga, kami memakainya untuk mengeraskan jalan-jalan."
DOA SAAT PUTUS CINTA DAN PATAH HATI
Untuk Remaja
Tuhan Yesus, tentu Engkau sedih
ketika ditinggalkan para sahabat sendirian di taman Zaitun.
Engkau juga sedih ketika saat-saat menderita di salib
tidak ada sahabat di sampingMu.
Tetapi Engkau tetap kuat dan tetap setia
untuk melaksanakan rencana dan kehendak Bapa.
Kini hatiku juga sedih sebab aku ditinggalkan oleh orang yang kukasihi,
sebab kasih sayang yang selama ini aku jaga telah pergi.
Aku merasa seorang diri.
Aku merasa sedih dan amat menderita.
Tolonglah aku agar tidak merasa sendirian
untuk menanggung beban perasaan sakit dan patah hati ini.
Aku amat membutuhkan penghiburan dariMu.
Hiburlah aku ya Yesus.
Temani dan kuatkanlah aku dengan cinta kasihMu,
agar aku kuat untuk tetap bertahan
sehingga jalanku tidak menyimpang dariMu.
Tunjukkanlah jalan yang harus kutempuh
sebab aku percaya rencanaMu selalu indah bagiku,
bahwa Engkau selalu menghendaki yang terbaik bagiku.
Tuhan Yesus, tentu Engkau sedih
ketika ditinggalkan para sahabat sendirian di taman Zaitun.
Engkau juga sedih ketika saat-saat menderita di salib
tidak ada sahabat di sampingMu.
Tetapi Engkau tetap kuat dan tetap setia
untuk melaksanakan rencana dan kehendak Bapa.
Kini hatiku juga sedih sebab aku ditinggalkan oleh orang yang kukasihi,
sebab kasih sayang yang selama ini aku jaga telah pergi.
Aku merasa seorang diri.
Aku merasa sedih dan amat menderita.
Tolonglah aku agar tidak merasa sendirian
untuk menanggung beban perasaan sakit dan patah hati ini.
Aku amat membutuhkan penghiburan dariMu.
Hiburlah aku ya Yesus.
Temani dan kuatkanlah aku dengan cinta kasihMu,
agar aku kuat untuk tetap bertahan
sehingga jalanku tidak menyimpang dariMu.
Tunjukkanlah jalan yang harus kutempuh
sebab aku percaya rencanaMu selalu indah bagiku,
bahwa Engkau selalu menghendaki yang terbaik bagiku.
Jumat, 04 Februari 2011
Panduan untuk Merencanakan Kegiatan Lingkungan / WIlayah / Paroki
CONTOH KEGIATAN BIDANG PASTORAL
1. Persaudaraan sejati :
2. Doa dan Sabda (pertumbuhan iman)
3. Ekaristi
4. Pelayanan
1. Persaudaraan sejati :
- Perayaan HUT lingkungan
- Pesta Natal bersama
- Arisan, Pesta Rujak
- Rapat pengurus/evaluasi
- Pembuatan buletin/warta lingkungan
- Seminar pendidikan/kesehatan
- Kunjungan keluarga / tatap muka
- Sensus data umat
- Rekreasi, Outbound/team work, tea walk
- Latihan/pertandingan olah raga, jalan sehat, sepeda santai
- Pelatihan/Pentas seni budaya, tari/musik/drama/teater
- Promosi/pameran
2. Doa dan Sabda (pertumbuhan iman)
- Ziarah, Retret, Rekoleksi, Seminar
- Ibadat / Devosi / Doa / Novena Rosario
- Pendalaman Iman (KKS)
- Bincang-bincang Rohani, sharing
- Tanya jawab seputar gereja/liturgi/kitab suci
- Kelompok/Tim Doa, doa berantai, latihan memimpin doa
- Pembagian buku doa
3. Ekaristi
- Misa lingkungan
- Misa perayaan hari besar
- Misa arwah, berkat rumah, pembukaan tahun ajaran, anak/mudika, dll.
4. Pelayanan
- Partisipasi dalam tugas di gereja, seperti : kolektan, tata laksana, coffee morning, koor/dirigen/organis/pemazmur, lektor, MC/komentator, prodiakon, putra altar, dekorasi, kepanitiaan, kaderisasi pengurus, dll. termasuk juga pelatihan tugas liturgi
- Pelayanan di lingkungan, seperti : kunjungan/pemberian komuni ke warga lansia/ sakit, pemberian sakramen perminyakan, pemberian sakramen pengakuan dosa, dll.
- Pelayanan kepada lingkungan hidup/masyarakat, seperti : kerja bakti kebersihan lingkungan, pemberian gizi, penjualan sembako murah, makan/buka puasa bersama, baksos kesehatan, bantuan kepada korban bencana banjir/ kebakaran/kecelakaan/duka, bantuan/kunjungan ke Panti Anak/Lansia/Penjara/ Kaum yg terpinggirkan/Pemulung, Program Anak Asuh, Pembinaan/Pendidikan/ Pelatihan sekolah/tenaga kerja, Bina Usaha, pengelolaan dana simpan/pinjam, melibatkan diri dalam kepengurusan lingkungan, RT/RW, penggerak PKK, dll.
Rabu, 02 Februari 2011
Pesan Bapa Suci untuk Peringatan Hari Orang Sakit Sedunia 2011
11 Februari 2011
“OLEH BILUR-BILURNYA KAMU TELAH SEMBUH” (1 Pet 2:24)
Saudara saudari terkasih,
Setiap tahun, Gereja memperingati Hari Orang Sakit Sedunia pada Peringatan Santa Perawan Maria dari Lourdes, yang biasanya dirayakan pada setiap tanggal 11 Februari. Hal ini, sebagaimana diharapkan oleh Venerabilis Paus Yohanes Paulus II, merupakan kesempatan yang baik dan tepat untuk merenungkan misteri penderitaan, terutama untuk mengajak komunitas-komunitas gerejani dan masyarakat sipil lainnya lebih peka terhadap saudara-saudari kita yang sakit. Jika setiap orang adalah saudara, terlebih lagi orang yang lemah, yang menderita dan yang membutuhkan perhatian, maka mereka harus menjadi pusat perhatian kita, sehingga tak seorangpun dari mereka merasa dilupakan atau dipinggirkan. Karena sesungguhnya: “Tolok ukur kemanusiaan pada dasamya ditentukan oleh kaitan antara penderitaan dengan si penderita. Hal ini berlaku baik bagi individu maupun masyarakat. Suatu masyarakat yang tak mampu menerima para penderita dan tak mampu berbagi derita dengan mereka dan berbelas-kasih terhadap mereka, adalah masyarakat yang bengis dan tidak manusiawi” (Ensiklik “Spe Salvi”, No. 38). Semoga aneka inisiatif yang dirancang oleh masing-masing keuskupan pada peringatan ini menjadi suatu pendorong dan semakin efektif dalam memberi perhatian kepada mereka yang menderita, termasuk dalam konteks peringatan akbar yang akan dilangsungkan di tempat peziarahan gua Maria di Altotting, Jerman pada tahun 2013 nanti.
1. Saya masih ingat ketika dalam serangkaian kunjungan pastoral ke Turin, saya dapat berhenti sejenak dalam refleksi dan doa saya di depan kain Kafan Suci, di hadapan Wajah yang menderita, yang mengundang kita untuk merenungkan Diri-Nya, yang mau menerima beban derita manusia dari setiap jaman dan tempat, bahkan penderitaan kita, kesulitan-kesulitan kita, dosadosa kita. Betapa banyak orang beriman sepanjang sejarah telah mengunjungi kain kafan, yang digunakan untuk membungkus tubuh seorang yang disalibkan, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Injil yang telah disampaikan kepada kita tentang penderitaan dan wafat Yesus! Merenungkan hal ini adalah suatu undangan untuk merefleksikan apa yang ditulis oleh St. Petrus : “Oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh” (1 Petrus 2:24).
Putera Allah telah menderita, la telah wafat, tetapi la telah bangkit kembali. Memang benarlah demikian karena melalui peristiwa-peristiwa tersebut luka-lukaNya menjadi tanda penebusan, pengampunan dan perdamaian kembali kita dengan Bapa. Namun demikian peristiwa derita, wafat dan kebangkitan tersebut sekaligus juga menjadi ujian iman bagi para Murid dan iman kita. Setiap kali Tuhan berbicara tentang penderitaan dan wafat-Nya, para murid tidak dapat mengerti, mereka menolaknya dan menyangkalnya. Bagi mereka, sama dengan bagi kita, penderitaan itu selalu penuh dengan misteri, sulit untuk kita terima dan kita tanggung. Sebab peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di Yerusalem dalam hari-hari itu, membuat dua orang Murid dari Emaus berjalan dengan hati sedih, dan hanya ketika Dia yang bangkit berjalan bersama dengan mereka, maka terbukalah mereka terhadap pemahaman yang baru (bdk. Lukas 24:13-31). Bahkan Rasul Thomas sendiri menunjukkan kesulitannya untuk meyakini jalan penebusan melalui penderitaan : “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya don sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya” (Yoh.20:25). Namun sebelum Yesus menunjukkan lukaluka-Nya, jawaban-nya (rasul Thomas) telah berubah menjadi sebuah pernyataan iman yang mengharukan: “Ya Tuhanku dan Allahku!” (Yoh. 20:28). Apa yang pada awalnya merupakan halangan besar, sebab hal ini merupakan tanda kegagalan Yesus yang nyata, menjadi bukti cinta yang begitu kuat, berkat perjumpaan dengan Dia yang telah bangkit: “Hanya Allah yang mengasihi kita sampai berani menanggung bagi diri-Nya luka-luka don penderitaan kita, khususnya penderitaan yang bukan karena kesalahan-Nya sendiri, Allah semacam itulah yang pantas diimani” (Pesan Urbi et Orbi, Paskah 2007).
“OLEH BILUR-BILURNYA KAMU TELAH SEMBUH” (1 Pet 2:24)
Saudara saudari terkasih,
Setiap tahun, Gereja memperingati Hari Orang Sakit Sedunia pada Peringatan Santa Perawan Maria dari Lourdes, yang biasanya dirayakan pada setiap tanggal 11 Februari. Hal ini, sebagaimana diharapkan oleh Venerabilis Paus Yohanes Paulus II, merupakan kesempatan yang baik dan tepat untuk merenungkan misteri penderitaan, terutama untuk mengajak komunitas-komunitas gerejani dan masyarakat sipil lainnya lebih peka terhadap saudara-saudari kita yang sakit. Jika setiap orang adalah saudara, terlebih lagi orang yang lemah, yang menderita dan yang membutuhkan perhatian, maka mereka harus menjadi pusat perhatian kita, sehingga tak seorangpun dari mereka merasa dilupakan atau dipinggirkan. Karena sesungguhnya: “Tolok ukur kemanusiaan pada dasamya ditentukan oleh kaitan antara penderitaan dengan si penderita. Hal ini berlaku baik bagi individu maupun masyarakat. Suatu masyarakat yang tak mampu menerima para penderita dan tak mampu berbagi derita dengan mereka dan berbelas-kasih terhadap mereka, adalah masyarakat yang bengis dan tidak manusiawi” (Ensiklik “Spe Salvi”, No. 38). Semoga aneka inisiatif yang dirancang oleh masing-masing keuskupan pada peringatan ini menjadi suatu pendorong dan semakin efektif dalam memberi perhatian kepada mereka yang menderita, termasuk dalam konteks peringatan akbar yang akan dilangsungkan di tempat peziarahan gua Maria di Altotting, Jerman pada tahun 2013 nanti.
1. Saya masih ingat ketika dalam serangkaian kunjungan pastoral ke Turin, saya dapat berhenti sejenak dalam refleksi dan doa saya di depan kain Kafan Suci, di hadapan Wajah yang menderita, yang mengundang kita untuk merenungkan Diri-Nya, yang mau menerima beban derita manusia dari setiap jaman dan tempat, bahkan penderitaan kita, kesulitan-kesulitan kita, dosadosa kita. Betapa banyak orang beriman sepanjang sejarah telah mengunjungi kain kafan, yang digunakan untuk membungkus tubuh seorang yang disalibkan, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Injil yang telah disampaikan kepada kita tentang penderitaan dan wafat Yesus! Merenungkan hal ini adalah suatu undangan untuk merefleksikan apa yang ditulis oleh St. Petrus : “Oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh” (1 Petrus 2:24).
Putera Allah telah menderita, la telah wafat, tetapi la telah bangkit kembali. Memang benarlah demikian karena melalui peristiwa-peristiwa tersebut luka-lukaNya menjadi tanda penebusan, pengampunan dan perdamaian kembali kita dengan Bapa. Namun demikian peristiwa derita, wafat dan kebangkitan tersebut sekaligus juga menjadi ujian iman bagi para Murid dan iman kita. Setiap kali Tuhan berbicara tentang penderitaan dan wafat-Nya, para murid tidak dapat mengerti, mereka menolaknya dan menyangkalnya. Bagi mereka, sama dengan bagi kita, penderitaan itu selalu penuh dengan misteri, sulit untuk kita terima dan kita tanggung. Sebab peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di Yerusalem dalam hari-hari itu, membuat dua orang Murid dari Emaus berjalan dengan hati sedih, dan hanya ketika Dia yang bangkit berjalan bersama dengan mereka, maka terbukalah mereka terhadap pemahaman yang baru (bdk. Lukas 24:13-31). Bahkan Rasul Thomas sendiri menunjukkan kesulitannya untuk meyakini jalan penebusan melalui penderitaan : “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya don sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya” (Yoh.20:25). Namun sebelum Yesus menunjukkan lukaluka-Nya, jawaban-nya (rasul Thomas) telah berubah menjadi sebuah pernyataan iman yang mengharukan: “Ya Tuhanku dan Allahku!” (Yoh. 20:28). Apa yang pada awalnya merupakan halangan besar, sebab hal ini merupakan tanda kegagalan Yesus yang nyata, menjadi bukti cinta yang begitu kuat, berkat perjumpaan dengan Dia yang telah bangkit: “Hanya Allah yang mengasihi kita sampai berani menanggung bagi diri-Nya luka-luka don penderitaan kita, khususnya penderitaan yang bukan karena kesalahan-Nya sendiri, Allah semacam itulah yang pantas diimani” (Pesan Urbi et Orbi, Paskah 2007).