Rabu, 10 November 2010

Pokok Bahasan Katekese Katolik Dewasa: KISAH PENCIPTAAN

Bahan Kitab Suci: Kitab Kejadian 1 : 1 - 31

Hermeneutika dan refleksinya :

Menurut para ahli Kitab Suci kisah penciptaan ini berasal dari tradisi Para Imam. Kisah ini lebih abstrak dan teologis daripada kisah berikutnya. Pengarang kisah pertama ini bermaksud mengelompokkan semua makhluk dengan cara yang ditinjau dari segi logika dapat memuaskan dan yang mencakup segala seuatu yang dijadikan Allah. Dengan berpegang suatu bagan yang rapi tersusun pengarang mengisahkan kisah penciptaan dalam satu minggu. Karya Allah berakhir dengan dengan beristirahat, sebagaimana orang beristirahat pada hari Sabat. Semua makhluk mulai berada atas kehendak Allah. mula-mula diciptakan apa yang rendah martabatnya, lalu yang lain-lain sampai dengan makhluk yang paling mulia, yaitu manusia, gambaran Allah dan raja alam semesta. Kisah penciptaan ini disusun berdasarkan ilmu pengetahuan yang amat primitif. karenanya tidak berguna sama sekali berusaha menyesuaikan kisah ini dengan ilmu pengetahuan modern. tetapi dalam bentuk yang sesuai dalam zaman penyusunannya kisah ini menyajikan ajaran berupa wahyu mengenai Allah yang esa dan transenden, Allah yang ada sebelum dunia dan yang menciptakan segala sesuatu. Dan inilah ajaran yang berlaku bagi segala zaman.

Beberapa makna yang patut dijadikan refleksi iman adalah :
  • Allah adalah esa, telah ada sejak permulaan, dari kekal sampai kekal
  • Allah adalah pencipta segala sesuatu yang ada di dalam dunia
  • Allah menciptakan segala sesuatu dalam tata urutan menurut kebijaksanaan ilahi
  • Terang dan gelap : kehadiran Allah pertama-tama membawa keteraturan (cosmos), memisahkan terang dari gelap (baca : menerangi segala sesuatu sehingga tidak ada lagi kegelapan - baca: kegelapan (kejahatan)). Ketiadaan Allah membawa kekacauan, ketidakteraturan (chaos), kegelapan. Allah tidak menciptakan kegelapan.
  • Segala ciptaan dijadikan terarah pada manusia, puncak dan mahkota penciptaan, sebagai yang paling mulia dari segala ciptaan
  • Manusia diciptakan Allah menurut gambar dan rupa Allah. Istilah “gambar” mengartikan kesamaan manusia dengan Allah dalam akal, kehendak (bebas) dan kekuasaan, meskipun semua itu tetap dipandang sebagai pemberian Allah. Sedangkan istilah “rupa” hendak memperlemah arti istilah “gambar”. dengan istilah ini ditegaskan bahwa manusia hanyalah makhluk (ciptaan) yang sama dengan binatang dan tumbuhan dan ciptaan lain yang tidak mungkin dapat menyamai PenciptaNya.

Manusia diciptakan oleh Allah dengan suatu perintah (kuasa) untuk menaklukkan dan menguasai (baca: mempelajari, memanfaatkan dan mengolah dengan baik) alam semesta. Kuasa yang ada pada manusia untuk menaklukkan dan menguasai alam bukanlah kuasa mutlak yang ada pada diri manusia. Kuasa yang ada pada diri manusia adalah pemberian Allah, karenanya tidak sepatutnya manusia menyombongkan diri dengan kekuasaan yang ada padanya (lihat poin di atas).


Tinjauan Ayat-ayat Khusus

Ayat 1
Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Terjemahan lain: Pada mulanya, ketika Allah menjadikan langit dan bumi, (maka) …. Kedua terjemahan ini tepat ditinjau dari segi bahasa Ibrani. terjemahan pertama (yang terdapat dalam semua terjemahan kuno) lebih sesuai dengan nas seluruh kisah ini. Kisah yang sebenarnya mulai dengan ay.2, sehingga ay.1 berupa judul yang berhubungan dengan 2:4a yang berupa kisah penutup kisah.
Langit dan bumi. artinya: alam semesta teratur yang adalah hasil penciptaan. karya penciptaan ini diungkapkan dengan kata Ibrani “bara”, yang hanya dipakai sehubungan dengan apa yang dilakukan Allah untuk membedakan karya Allah dengan karya “penciptaan” manusia. penciptaan bukanlah sebuah mitos di luar waktu, Ia termasuk ke dalam sejarah dan menjadi titik tolak sejarah selanjutnya.

Ayat 2
Belum berbentuk dan kosong. ini menterjemahkan dua istilah Ibrani tohu dan bohu, yang berarti tak berisi dan kosong. Ungkapan tersebut sama artinya dengan ungkapan lainnya “gelap gulita menutupi samudera raya”. Dengan istilah ini, sudah mulai merintis jalan menuju pengertian bahwa penciptaan bermula dengan tidak adanya apa-apa.

Ayat 3
Penciptaan adalah hasil karya “firman Allah” dan yang “dijadikan” oleh Allah

Ayat 4
Allah menciptakan terang, tetapi gelap, kebalikan dari terang, tidak diciptakan Allah. Terang adalah ciptaan pertama, dengannya hendak diartikan adanya kehadiran Allah

Ayat 6
Cakrawala dipikirkan sebagai kubah kokoh yang menahan air yang ada diatasnya. Melalui tingkap-tingkap di cakrawala itu turunlah air yang menyebabkan air bah (Kej 7)

Ayat 7
Allah menjadikan. Selain menciptakan dengan firmanNya (befirmanlah Allah), Allah menciptakan dengan “menjadikan”, ialah sebuah perbuatan. Begitu Allah menjadikan binatang-binatang (ay.16), binatang-binatang melata (ay.25), dan manusia (ay.26)

Ayat 16
kedua benda penerang yang besar. Dengan disengaja nama kedua benda itu tidak disebutkan. Sebab matahari dan bulan bukannya allah-allah, sebagaimana dipuja oleh bangsa-bangsa yang bertetangga dengan Israel. Matahari dan bulan dalam pikiran pengarang hanyalah benda penerang yang menyinari bumi dan menentukan penanggalan (ay.14)

Ayat 26
Kita. Bentuk jamak (Kita) ini dapat berarti bahwa tentang penciptaan manusia Allah berunding dulu dengan seisi surga (malaikat-malaikat) (bdk. Kej. 3:5,22, juga arti yang sama dalam Mzm 8:6 dan Ibr 2:7). Tetapi bentuk jamak itu juga mengungkapkan kemuliaan dan kebesaran Allah, dengan istilah ini tersingkap rahasia Allah Tritunggal.
Manusia. Kata di sini mempunyai arti kolektif (umat manusia), sebab seterusnya dikatakan : supaya mereka berkuasa …


RENUNGAN BEBAS TENTANG KISAH PENCIPTAAN

Kisah penciptaan dapat direnungkan sebagai proses penciptaan/kejadian seorang “manusia sejati”, ialah manusia yang memiliki keterarahan kepada Realitas Ilahi, dimana sifat-sifat ilahi yang agung nampak dalam diri “manusia sejati” tersebut. Dalam Kisah penciptaan proses menjadi manusia sejati ini dijalani dalam enam tahapan.

Pada awal sebelum proses “menjadi manusia” dimulai, nampaklah suatu keadaan yang demikian memprihatinkan, keadaan kosong, tak bernilai, tak berbentuk. Demikian manusia yang tidak memiliki keterarahan pada yang ilahi digambarkan: ada kegelapan, kekacauan, tanpa makna, aturan ataupun nilai, semuanya hampa dan kosong. Pernahkah Anda mengalami hidup yang demikian: hidup yang tanpa arah tujuan, tanpa arti, penuh gejolak kekacauan, tidak ada damai dan segala sesuatunya terasa gelap dan hampa? Maka dimulailah pencarian jati diri manusia itu.

Tahap pertama (Hari I) : Pemisahan Terang dari gelap, adalah penggambaran hidup yang mulai ada keteraturan, memisahkan terang dari gelap, dalam kegelapan dan kekacauan Tuhan tidak ditemukan. Kehadiran Tuhan ditandai dengan adanya terang. Dalam proses menjadi manusia sejati, hal pertama adalah menyadari kehadiran Tuhan dalam terang (hal-hal baik) yang dilakukan. Terang itu menerangi, terang itu menggerakkan. terang itu membuat segala sesuatu menjadi dapat dilihat dan dipahami dengan lebih baik. Pemisahan terang dari gelap juga bermakna bahwa untuk menjadi manusia sejati hal pertama yang harus dimiliki adalah kesadaran dan keteguhan untuk selalu memilih jalan Tuhan.

Tahap kedua (Hari II) : Cakrawala baru, ialah hadirnya sebuah pandangan baru, sebuah cara hidup, sikap dan tingkah laku yang baru, yang digerakkan oleh Sang Terang. Yang lama telah berlalu dan yang baru telah datang. Dalam proses ini dituntut suatu ketegasan untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama: yang penuh dosa dan kesia-siaan dan “mengenakan Kristus” dalam hidup yang baru ini; anggur baru hendaklah ditempatkan dalam kantong kulit yang baru.

Tahap ketiga (Hari III) : Tunas-tunas muda, ialah lahirnya harapan baru, kemungkinan-kemungkinan baru, suatu masa depan yang baru yang masih penuh harapan. Sebuah harapan baru yang diletakkan di atas tanah yang baru, sebuah cita-cita yang ditanamkan dalam sebuah dasar yang kuat dan subur dan mendukung pertumbuhannya sehingga akan menghasilkan buah pada musimnya. Dasar yang dibangun dari ketegasan untuk memisahkan “daratan dari air”, mana yang membuat iman dan harapan tumbuh dan mana yang justru membuat iman dan harapan menjadi layu, busuk dan mati.

Tahap ketiga (Hari IV) : Benda-benda Penerang. Benda-benda penerang yang memberi kesadaran akan masa-masa, sehingga setiap masa, entah kering entah basah, entah sejuk entah panas, entah tenang atau badai, kita tetap tahu arah yang pasti untuk dituju. “Benda-benda penerang itu diletakkan di Cakrawala” untuk menerangi bumi kita, sehingga kita dapat tetap melangkah maju walaupun berat, tetap dikuatkan meskipun badai menghantam. Benda-benda penerang ialah mereka yang mencerminkan Sang Terang sendiri, yang dalam dirinya kita dapat melihat dan mengalami gambaran dan kehadiran Sang Terang sendiri. Benda-benda penerang yang bagaimana yang membuat anda tetap melangkah maju walaupun di tengah badai? Kitab Suci? Doa? Teladan kesucian/keteguhan para kudus? Anda sendiri yang dapat menjawabnya.

Tahap kelima (Hari V) : “Melintasi cakrawala”, ialah gambaran datangnya damai sejahtera dan sukacita yang mulai hadir ketika rasa dan keinginan manusiawi telah disatukan dengan harapan dan cita-cita suci yang diletakkan dalam terang Ilahi.

Tahap keenam (Hari VI) : Lahirnya Manusia baru: ialah manusia sejati yang memiliki keserupaan dengan yang Ilahi, manusia yang mencerminkan keagungan dan kemuliaan Yang Ilahi. Manusia yang mencerminkan kehadiran Tuhan yang maha mulia dan maha kasih.

Demikian akhirnya semoga kita semua dapat melewati semua proses itu, menjadi manusia sejati yang mencerminkan Yang Ilahi, sampai para akhirnya kelak kita memperoleh peristirahatan kekal dalam damai sejahtera dan sukacita abadi bersama Yang Ilahi sendiri. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar