Kamis, 20 Januari 2011

Misteri Penderitaan & Kematian Yesus : Penebusan Dosa Manusia

Bahan Katekese Dewasa Katolik

A. Yesus Ditahan, Dihukum Mati, Dieksekusi

Yesus ditangkap di tempat Ia sedang berdoa, yaitu di suatu kebun zaitun yang sunyi, di lereng gunung, dekat kota Yerusalem. DiketahuiNya apa yang sudah di ambang pintu. Waktu berdoa, Ia menderita dengan amat sangat. Kepada para murid ia berkata, “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya” (Mrk 14:34). Peluhnya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah (Luk 22:44). Doa yang waktu itu diucapkannya barangkali doa terindah yang pernah diucapkan di bumi kita ini :

     "Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagiMu
     Ambillah cawan ini dari-Ku,
     tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki
     melainkan apa yang Engkau kehendaki” (Mrk 14:36)

Para Penginjil menekankan bahwa Yesus “sangat takut dan gentar” (Mrk 14:33), “sangat ketakutan” (Luk 22:44). Dengan demikian solidaritas Yesus dengan kita ditonjolkan. Ia benar-benar menjadi sama dengan kita. Tetapi kehendak Bapalah yang memberi kekuatan kepada-Nya (Luk 22:43). Para murid tertidur (Mat 26:36-46, Mrk 14:32-42, Luk 22:39-46).

Pada saat Ia ditahan, Yesus digambarkan tenang. Yudas yang dicintai dan dipilihNya itu mendekatkan mukanya pada wajah Yesus lalu menciumNya. Sebetulnya tindakan mencium itu tindakan persahabatan dan penghormatan yang umum dipakai di kalangan Yahudi, khususnya kalangan para rabbi, sebagai cara bersalam-salaman secara mesra. Tetapi kali ini tindakan tersebut menjadi tindakan mengerikan, mengingat bahwa Yudas menyerahkan Yesus. Maka penginjil menginterpretasikan ciuman itu sebagai tindakan pengkhianatan yang paling keji: sebuah tanda yang sudah disepakati antara Yudas dengan gerombolan yang menangkap Yesus,


Penangkapan Yesus ini sungguh menyedihkan. Yang digambarkan kepada kita bukanlah Yesus bersama pengikutNya di sebelah sini, sedangkan para lawannya di sebelah sana, melainkan di sini Yesus seorang diri sedangkan di sana lawan-lawanNya yang dipimpin oleh salah seorang pengikutNya. Sementara para Pengikutnya yang lain melarikan diri.(Yoh 18:1-11, Luk 22:47-53, Mat 26:47-56, Mrk 14:43-52).

Di hadapan mahkamah agama dan di hadapan Pilatus, Yesus memberi kesaksian tentang diriNya; sementara itu petrus menyangkal Dia dan Yudas menggantung diri. Setelah didera, diolok-olok, dan dipermainkan serdadu-serdadu dengan kasar, Yesus dibawa keluar untuk disalibkan di suatu tempat eksekusi yang terletak agak tinggi di luar kota, yaitu Golgota. Hukuman mati yang paling kejam yang dalam kekaisaran Roma diterapkan khususnya kepada kaum budak dan penjahat besar, dikenakan kepada Yesus: Ia disalibkan (Mat 27:32-44, Mrk 15:20-32, Luk 23:33-43, Yoh 19:17-24). Setelah bergantung di kayu salib 3 jam lamanya, Yesus meninggal dunia pukul 3 sore (Mat 27:45,50, Mrk 15:33-34, Luk 23:44,46).


B. Yesus Mencapai Puncak PengabdianNya

Berkenaan dengan peristiwa Yesus disalibkan, para Penginjil menggarisbawahi bahwa sekarang dua Mazmuryang ngeri, yakni Mzm 22 dan 69, mencapai kegenapannya dalam Yesus, dalam peristiwa salib Yesus itu genaplah keseluruhan mazmur tadi dan melukiskan serentak puncak kesusahan insani maupun puncak penyelamatan ilahi. Dalam Matius dan Markus, Mazmur 22 diangkat oleh Yesus sendiri: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat 27:46). Mazmur ini benar-benar menggambarkan penderitaan Yesus. Mazmur ini sangat serupa dengan senandung: “Hamba Tuhan yang sengsara” (Yes 52:13 - 53:12), dan menjelaskan dengan cara manakah Yesus menunaikan tugasnya sebagai Mesias, yakni dengan jalan penghambaan sampai mati. Orang Yahudi sendiri belum pernah menerapkan gagasan “Hamba Tuhan yang menderita” itu kepada Mesias, jemaat Kristen justru mewartakan Yesus sebagai Mesias, yang menyelamatkan kita dengan menempuh jalan salib sebagai pengabdianNYa yang terakhir kepada umat manusia. Bahwa kematian Yesus di salib bukanlah kegagalan, dapat juga dijelaskan dengan Mzm 22 ini, yang serupa doa seorang yang tak bersalah namun secara rohani dan badani sangat dianiaya musuh (ay. 2-22), dan ditengah penderitaanNya tetap menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Hamba itu yakin akan dapat membayar nazar yang diikrarkan dalam penderitaan yang hebat itu. Banyak orang benar akan ikut serta dalam perjamuan korban syukurnya nanti (ay. 23-30). Setelah penderitaan hamba Tuhan yang setia itu selesai, Pemerintahan Allah sebagai raja alam semesta akan ditegakkan (ay. 28 - 32). Keturunan pendoa akan terus-menerus memberitakan apa yang secara ajaib dikerjakan Tuhan dengan menyelamatkan hambaNya yang percaya dan setia (ay.31-32).

Selain Sabda Yesus yang mengangkat Mazmur ini, masih ada enam sabda lagi yang disebut oleh para Penginjil bersama-sama demi untuk menyoroti peristiwa salib dengan terang iman (yang terpancar dari kebangkitan Yesus). Diantara keenam sabda itu ada dua kalimat yang secara padat melanjutkan pewartaan Yesus. Tentang para algojonya, Yesus bersabda :

     “Ya Bapa, ampunilah mereka,
     sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23:34)

dan kepada penjahat yang disalibkan di sebelah Yesus, ia berjanji :

     “Sesungguhnya, hari ini juga, engkau akan berada bersama-sama dengan Aku
     di dalam firdaus.” (Luk 23:43)

Kedua sabda ini sekali lagi mengingatkan kita akan arti kematian Yesus sebagai korban pepulih dosa, pengorbanan diri demi untuk menyelamatkan orang lain. sebagaimana terungkap dalam madah “Hamba Tuhan yang Menderita” :

     Ia menanggung dosa banyak orang
     dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak (Yes 53:12)

Sebuah sabda Yesus yang lain terdapat dalam Injil Yohanes. Sabda itu ada hubungannya dengan kehadiran Maria dekat salib Yesus. Hanya Yohanes mengatakan bahwa Maria hadir juga. Cerita Yohanes ini mengingatkan kita akan cerita tentang kehadiran Maria pada pesta perkawinan di Kana, yang juga hanya diceritakan oleh Injil Yohanes. Kedua cerita itu mempunyai beberapa kesamaan yang memang disengaja. Di Kana, Yesus pertama kali memperlihatkan kemuliaanNya (Yoh 2:11). Waktu itu “saatNya belum tiba” (Yoh 2:4), tetapi atas permohonan (atau dengan perantaraan) Maria, Yesus toh menyatakan kemuliaanNya (dengan mengerjakan mujizat mengubah air menjadi anggur) sebagai lambang yang mewartakan “saat” itu. Tetapi kini, di kayu salib, “saat-Nya” telah tiba, yakni saat Yesus dimuliakan , saat kembaliNya ke sisi Bapa (bdk. Yoh 7:30, Yoh 8:20, Yoh 12:23,27, Yoh 13:1, Yoh 17:1). Pada saatNya ini, Yesus ketika melihat ibuNya dan Yohanes di sampingnya, berkata kepada bundaNya: “Ibu, inilah anakmu”, dan kepada Yohanes ia berkata: “Inilah ibumu”. “Dan sejak itu” demikian Penginjil melanjutkan: “murid itu menerima dia dalam rumahnya” (Yoh 19:26-27). Penginjil menafsirkan sabda Yesus ini bukan hanya secara harafiah sebagai tanda cinta kasih seorang anak yang ingin agar kehidupan ibunya terjamin setelah ditinggalkannya.

Selain arti harafiah, sabda Yesus ini mempunyai arti simbolis pula, sebagaimana nampak dari tegur sapa yang ganjil “Wanita” (terjemahan Indonesia: “Ibu”). Sapaan “Wanita” yang kurang lazim dipakai seorang anak kepada ibunya, terdapat pula dalam cerita tentang pesta perkawinan di Kana (Yoh 2:4). Di sana kurang jelas maksud sapaan yang demikian, tetapi dalam konteks peristiwa salib, maksudnya menjadi kentara. Sabda Yesus kepada bundaNya dan kepada Yohanes itu ditempatkan dalam rangka berbagai kutipan dalam Perjanjian Lama (Yoh 19:24,28,36,37). Dengan demikian tegur sapa “Wanita” dapat mengingatkan kita akan “wanita” pertama. Penginjil mengerti sabda Yesus ini sebagai pemakluman tentang keibuan rohani Maria, Hawa yang baru. Maria menjadi ibu sekalian orang beriman yang dilambangkan oleh “murid yang dikasihi-Nya” (bdk Yoh 15:10-15). Injil Yohanes memang penuh simbolik, dan begitu pula peristiwa ini diartikan secara simbolik: pada saat “hidup baru” muncul di dunia, umat manusia dianugerahi seorang ibu yang lain, seorang Hawa yang baru (nama “Hawa” dijelaskan dalam Kej 3:20 sebagai “ibu semua yang hidup”). Saat Yesus wafat di salib adalah saat “sakit bersalin”. Suasana menunjukkan tanda-tanda zaman akhir: kegelapan di tengah hari (Mat 27:45, Mrk 15:33).

Waktu meninggal, Yesus berseru dengan suara nyaring (Mat 27:50). Dengan kalimat ini penginjil kiranya mau mengungkapkan bahwa Yesus tetap sadar sampai detik terakhir: Ia sendiri menyerahkan nyawaNya: “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu” (Luk 23:46). Dalam Injil Yohanes, kita temukan sebagai isyarat Yesus yang terakhir: bagaimana Ia dengan sadar menundukkan kepa-Nya (yang masih bermahkota duri); sebelumnya diucapkanNya sebagai kata terakhir: “Sudah selesai” (Yoh 19:30).

Ketika dibaptis di sungai Yordan, Yesus memulai tugasNya sebagai Hamba Tuhan yang bersedia mengabdi sampai mati. Sejak itu baptisan kematian yang harus diterimaNya itu dirindukanNya dengan susah hati :

     “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi,
     dan betapakah aku harapkan apai itu menyala!
     Aku harus menerima baptisan,
     dan betapakah susahnya hatiKu, sebelum hal itu berlangsung
     (Luk 12:49-50, Mat 20:22)

Sekarang baptisan maut itu sudah berlangsung dan sudah selesai. Kerajaan Allah telah datang oleh darahNya.


C. Liturgi Hari Jumat Agung

Sejak dahulu kala, hari wafat Yesus diperingati Gereja dalam sebuah perayaan tanpa Ekaristi lengkap. Perayaan Ekaristi ditangguhkan sampai Malam Paskah, saat kemenanganNya yang gemilang. Nama hari ini: “Jumat Agung”, mengumandangkan perasaan-perasaan yang menguasai liturgi: kendati ada rasa dukacita yang mendalam, ada juga sukacita menyingsing karena segala sesuatu yang telah dilaksanakan Yesus. Perasaan dukacita digambarkan dengan altar yang kosong, tanpa hiasan, tanpa bunga, sementara pintu tabernakel terbuka, tanpa ada tubuh dan darah Kristus di dalamnya, lampu Tuhan padam (Mat 9:15b : “Mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”).

Upacara “Peringatan Sengsara Tuhan” ini dimulai sebagai berikut: Pemimpin upacara beserta pembantu-pembantunya berpakaian merah seperti pada waktu misa, berarak ke altar. Setelah memberi hormat, mereka semua meniarap di depan altar sambil berdoa sejenak dalam batin. Langsung sesudah itu pemimpin membawakan doa pembukaan dalam keheningan (tanpa lagu pembukaan, tanpa tanda salib, tanpa salam pembukaan). Menyusul kemudian ibadat bacaan:
  • Bacaan I diambil dari Kitab Yesaya tentang “Hamba Tuhan yang menderita” dengan tema: “Ia ditikam karena kedurhakaan kita” (Yes 53)
  • Bacaan II dari Surat kepada umat Ibrani (4:14-16; 5:7-9) dengan tema: “Yesus tetap taat dan menjadi sumber keselamatan bagi semua orang yang patuh kepadaNya.”
  • Akhirnya sebagai bacaan III dibawakan kisah sengsara dari Injil Yohanes (biasa dinyanyikan, disebut “pasio”). Dibandingkan dengan ketiga kisah sengsara dalam Injil sinoptik, kisahnya dalam Injil Yohanes paling memancarkan kemuliaan.
Menyusul setelah itu serentetan doa umat yang dinyanyikan dengan meriah. Permohonan-permohonannya sangat sederhana lagi hangat. Barangkali masih berasal dari zaman penganiayaan orang kristen pada waktu kaisar-kaisar Romawi. Kemudian mulai penyembahan salib. Salib yang terselubung oleh kain ungu, dibuka selubungnya dalam tiga tahap. Berpadanan dengan itu dilagukan (makin tinggi pada tiap tahap): “Lihat kayu salib, pangkal keselamatan dunia”. Umat menjawab tiga kali pula: “Marilah kita menyembah”. Kemudian masing-masing hadirin mencium salib itu sebagai tanda penyembahan Tuhan dalam penderitaan yang ditanggungNya dan dalam kemuliaan yang diperolehNya. Sementara itu dinyanyikan “Improperia” (artinya “celaan”). Dalam teks lagu ini, Tuhan mencela umatNya yang tak tahu terima kasih:

     Wahai umatKu apa salahKu kepadamu?
     Pernahkah Kusakiti hatimu? Jawablah aku!
     Aku telah membebaskan engkau dari perbudakan Mesi
     Tetapi engkau menyediakan salib bagi Penyelamatmur....

Nada teks ini begitu mengharu biru, sehingga tiada taranya di seluruh liturgi Romawi.

Sebenarnya upacara peringatan sengsara Tuhan dahulu berakhir sampai di sini dengan diakhiri oleh berkat meriah. Tetapi kemudian terjadi perubahan dengan penambahan penyambutan komuni setelah terlebih dahulu berdoa “Bapa Kami”. Komuni suci yang membuat kita berpartisipasi pada Tuhan. Baru setelah itu upacara ditutup dengan berkat meriah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar