Jumat, 11 Maret 2011

Sejarah dan Asal Mula Jalan Salib

Umat Kristen abad pertama sangat menghormati tempat-tempat yang berhubungan dengan kehidupan, karya, dan kematian Yesus. Di tempat-tempat yang suci itu didirikan kapel/gereja ataupun diletakkan batu khusus. Berdasarkan sebuah tulisan kuno dari Siria (abad V), Bunda Maria sendiri mengunjungi tempat-tempat itu.

Umat Kristen tinggal di kota Yerusalem hingga kira-kira tahun 70M. Menjelang serangan tentara Romawi terhadap bangsa Yahudi, mereka melarikan diri. Akibat serangan Roma, hancurlah Yerusalem serta Bait Sucinya. Serangan kedua, yang lebih dahsyat dilancarkan oleh Roma pada tahun 135M. Di atas puing-puing Yerusalem lama, Roma mendirikan sebuah kota baru dan beberapa kuil untuk dewa-dewi mereka.
Sesudahnya, semua orang Yahudi diusir dari Yerusalem dan dilarang berdiam di sana lagi. Dengan sendirinya semua orang Yahudi yang beriman Kristen terpaksa meninggalkan kota itu. Mereka mengungsi ke berbagai negara tetangga.

Nasib semua orang Kristen menjadi lebih baik pada awal abad IV setelah Konstantinus menjadi Kaisar Roma. Ia penguasa Romawi pertama yang berani mendukung umat Kristen. Ia memerintahkan bawahannya untuk mendirikan gereja yang indah di tempat Yesus pernah disalibkan dan dimakamkan. Gereja itu dikonsekrasikan pada tahun 335M dan dipandang sebagai gereja terindah di bumi zaman itu.

Tidak lama sesudahnya, kota Yerusalem dan tempat-tempat yang dikuduskan oleh Yesus, Maria (Bunda Yesus), dan para rasul mulai diziarahi oleh umat Kristen. Pada hari Kamis Putih, para peziarah dan umat Kristen yang tinggal di Yerusalem berkumpul di Taman Zaitun. Kemudian, mereka secara bersama-sama mengenang sengsara Yesus dengan menyusuri jalan dari Taman Getsemani hingga Bukit Golgota. Inilah catatan pertama tentang awal devosi yang kini dikenal sebagai Jalan Salib.


Mula-mula tidak ada perhentian-perhentian Jalan Salib seperti sekarang. Rute yang ditempuh dalam rangka Jalan Salib berubah dari waktu ke waktu. Malahan, masing-masing kelompok umat menawarkan sejumlah perhentian berbeda dan menetapkannya pada lokasi yang berbeda pula.

Pada abad XI—XIII, demi merebut tempat-tempat suci dari tangan bangsa asing yang menduduki Tanah Suci, umat Kristen melancarkan serangkaian perang yang dikenal dengan nama Crusade atau Perang Salib. Sejak itulah mulai ditunjuk sejumlah tempat yang berhubungan dengan Jalan Salib, antara lain Pintu Gerbang yang dilalui Yesus pada saat Ia keluar dari Yerusalem menuju Golgota, istana Herodes, tempat Pilatus mengadili Yesus, tempat Yesus disalibkan, lubang tempat berdirinya salib Yesus, lokasi makam Yesus, tempat Yesus menyapa perempuan-perempuan Yerusalem yang menangisi-Nya, tempat Yesus berjumpa dengan bunda-Nya, tempat Veronika mengusap wajah Yesus.

Sejak tahun 1320 Ordo Fransiskan (OFM) diangkat sebagai ordo yang secara resmi wajib melindungi semua tempat suci di Tanah Suci. Sejak itu OFM rajin mempopulerkan devosi Jalan Salib, lebih-lebih karena St. Fransiskus Asisi mengalami stigmata.

Para biarawan Fransiskan mulai menetapkan nama dan tempat perhentian pada Jalan Salib. Mereka biasa memulai kebaktian Jalan Salib di Bukit Golgota dan mengakhirinya di istana yang dulu ditempati oleh Pilatus. Jumlah perhentiannya agak banyak. Dulu ada perhentian di tempat Yesus dicambuk, Yesus dimahkotai duri, Yesus diperlihatkan kepada rakyat oleh Pilatus (Ecce Homo), dan lain-lain.

Sejak abad XVI rute Jalan Salib dibalik sehingga Gereja Makam Suci di Golgota menjadi perhentian yang terakhir. Pada abad XVIII (tahun 1731) Paus Klemens XII baru menetapkan jumlah dan lokasi perhentian Jalan Salib secara definitif.

Sampai sekarang devosi Jalan Salib menjadi salah satu kebaktian utama para peziarah di Tanah Suci. Kebaktian itu diadakan di jalan-jalan Yerusalem yang sangat ramai dari dulu hingga sekarang. Oleh karena itu, kebanyakan peziarah memilih untuk melakukan Jalan Salib ketika masih sangat pagi agar terhindar dari berbagai gangguan pada jam-jam ramai.


Ibadat Jalan Salib juga kini menjadi bagian tak terpisahkan dari tempat-tempat peziarahan katolik, misalnya Gua Maria atau Gereja. Jarak antar perhentian dimodifikasi disesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat peziarahan. Tetapi yang terpenting dalam melakukan setiap ziarah dan/atau jalan salib adalah kesadaran bahwa hidup kita di dunia inipun adalah sebuah peziarahan, sebuah perjalanan menuju Tuhan, maka Tuhanlah seharusnya yang menjadi tujuan dari setiap kegiatan/karya dalam peziarahan ini, dalam kesadaran itu pula dibangun semangat untuk peduli pada sesama teman sepeziarahan di dunia ini.

3 komentar:

  1. mengapa tidak bisa di copy, mohon penjelasannya.terima kasih

    BalasHapus
  2. Saya senang bisa membaca artikel anda yang sangat bermanfaat dan membantu untuk menambah pengetahuan saya..

    BalasHapus
  3. Artikel ini sangat membantu. Tapi saya harap pada akhir tulisan ini dapat dicantumkan referensi2 yg dipakai untuk menulis artikel ini.
    Terima kasih

    BalasHapus