Senin, 11 April 2011

Oleh Kematian-NYA, YESUS Menghancurkan Kematian Kita (Bagian 3)

Misteri Penebusan

Sengsara Yesus mempunyai efek-efek yang bersifat kekal-abadi. Melalui penderitaan-Nya kita diselamatkan dari dosa dan segala konsekuensinya, dan telah menerima setiap rahmat dan karunia yang membawa kita kepada kehidupan kekal. Yesus Kristus-lah yang menebus dosa kita-manusia.

Pembebasan ini, yang dimenangkan oleh Yesus bagi kita lewat/dalam penderitaan sengsara-Nya mempunyai efek-efek, bahkan pada/dalam dunia ini. Penebusan bukanlah terbatas pada hidup batiniah cintakasih dan rahmat. Mereka yang dibebaskan dari dosa dapat mentransformasikan dunia ini menjadi sebuah kerajaan dengan kemerdekaan yang lebih luas, keadilan yang lebih mendalam dan damai-sejahtera yang lebih besar, dan bahkan suatu awal-mula dari kerajaan Allah yang sesungguhnya.

Kemenangan-kemenangan Allah dalam Kristus.

“Di dalam Kristus, Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya” (2Kor 5:19). Allah sendirilah yang selalu menjadi Sang Penyelamat. Kasih dan kuasa kekal dari Bapa, Putera dan Roh Kudus-lah yang menyebabkan terjadinya penebusan. Allah menang-berjaya dalam Kristus, menang besar atas dosa dan Iblis, atas keterikatan manusia pada hukum lama dan maut.

Dosa sendiri telah berkuasa atas diri kita (lihat Rm 5:21) dan memperbudak kita (lihat Rm 6:7). Akan tetapi melalui penderitaan sengsara Yesus, Bapa surgawi membebaskan kita dan memulihkan kita kepada “kerajaan Anak-Nya yang terkasih; di dalam Dia kita memiliki penebusan, yaitu pengampunan dosa” (Kol 1:13-14). Iblis juga dikalahkan. Pada waktu Kristus ditinggikan di atas kayu salib, kuasa Iblis pun diakhiri (lihat Yoh 13:31); dan dalam Kristus, Bapa surgawi “melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa” (lihat Kol 2:15).

Kematian Kristus mengakhiri keterikatan pada hukum lama. Walaupun hukum itu sendiri kudus, namun tidak membawa kehidupan; karena hukum itu mengungkapkan tugas-kewajiban untuk menghindari dosa tetapi tidak memberikan kuasa untuk melakukannya (lihat Rm 7:7-25). Dalam karya penebusan Kristus, Allah “meresmikan” hukum kasih dan rahmat yang baru. Perjanjian yang baru ini sungguh mengharuskan kekudusan yang lebih besar dari diri kita, namun karunia Roh Allah memungkinkan kita untuk melayani-Nya dengan sukacita dan kasih (lihat Rm 5:5;7:4).


Bahkan kematian badani pun dikalahkan oleh kematian Kristus. Marilah kita baca dan renungkan apa yang ditulis oleh Santo Paulus: “Sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan digenapi firman yang tertulis: ‘Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?’ Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan melalui Yesus Kristus, Tuhan kita” (1Kor 15:54-57; lihat Yes 25:8 dan Hos 13:14). Sampai kebangkitan final, maka lingkup dari kemenangan ini tidak dapat terlihat sepenuhnya. Namun demikian, bahkan sekarang pun semua kematian – seperti kematian Kristus sendiri – dapat menjadi lebih daripada sekadar suatu akibat kejahatan yang tragis, melainkan suatu saat cintakasih puncak dan ambang kehidupan.
Penderitaan sengsara Yesus mengungkapkan kasih Bapa surgawi yang menyelamatkan. Pada suatu malam Yesus berkata kepada seorang Farisi terkemuka yang bernama Nikodemus: “Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16). Belas kasihan Allah diwujudkan dalam misteri inkarnasi dan pada gilirannya menguduskan dan mentransformasikan kemanusiaan. Yesus Kristus – Tuhan dan Juruselamat kita – karena kasih-Nya yang tak terhingga menjadi manusia seperti kita, sehingga Dia dapat membawa kita ke dalam kehidupan ilahi.

Yesus menebus kita. Iman Kristiani yang Katolik dengan teguh mengajarkan bahwa Yesus sungguh menyelamatkan kita (lihat Mat 1:21) dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam kodrat-Nya sebagai manusia, dengan kasih penuh ketaatan-Nya dan daya-tahan-Nya yang penuh kesabaran (lihat Ibr 5:8) dan dengan “memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat 20:28). Yesus sebagai manusia membebaskan kita dari dosa. Konsekuensi-konsekuensi tragis dari dosa Adam tidak ada obatnya, kecuali dalam diri seorang Mediator, Tuhan kita Yesus Kristus sendiri, yang mendamaikan kita dengan Bapa surgawi dalam darah-Nya. Karena Yesus inilah kita dibenarkan di hadapan Allah, yaitu oleh sengsara-Nya yang memuncak dalam kematian-Nya di kayu salib. Dengan demikian kita dapat mengatakan, bahwa seorang Manusia yang adalah Putera Allah yang tunggal telah memenangkan keselamatan bagi seluruh keluarga manusia.

Yesus sang Imam Besar Agung.

Yesus adalah sang “Imam Besar Agung” (Ibr 4:14) dari perjanjian baru yang dan kekal (lihat Ibr 5-7). Dalam kehidupan publik-Nya Yesus melaksanakan pekerjaan-Nya sebagai seorang imam dalam mengajar, mengampuni dosa-dosa, menguduskan. Yesus menerapkan atas diri-Nya sendiri kata-kata dalam Mazmur yang bersifat kenabian-imamiyah (lihat Mzm 110; bdk. Mrk 12:35-37). Sebagai seorang imam dari “orde yang baru”, Yesus itu superior ketimbang setiap imamat sebelum-Nya (lihat Ibr 7:1-28). Yesus mengumumkan perjanjian yang baru dengan Allah di perjamuan kurban yang kita kenal sebagai “Perjamuan Terakhir”, mengungkapkan pada kesempatan itu juga sifat kurban dari kematian-Nya yang sudah mendekat itu. Dengan mempersembahkan satu kurban sempurna, yaitu diri-Nya sendiri, Yesus berhasil mencapai keselamatan kekal bagi kita, dan membatalkan perjanjian dan imamat sebelumnya (lihat Ibr 9:1-10,18).

Setiap persembahan kurban adalah suatu pengakuan suci akan Allah, suatu pengakuan akan kemahabesaran Allah. Kurban persembahan adalah suatu tindakan di mana seseorang memohon pengampunan ilahi, kebaikan-kebaikan ilahi, atau ungkapkan terima kasih penuh syukur, puji-pujian dan sembah bakti kepada-Nya, untuk siapa secara sepenuhnya kita adalah milik-Nya. Dalam setiap suatu upacara kurban, suatu kurban dipersembahkan kepada Allah dengan cara yang cocok untuk mengungkapkan pengakuan penuh akan Allah, misalnya dengan membunuh dan memotong-motong kurban yang dipersembahkan seturut aturan/hukum yang berlaku. Kurban yang dipersembahkan oleh Yesus adalah diri-Nya sendiri, segenap kasih dan ketaatan-Nya, Tubuh-Nya dan Darah-Nya. Jelaslah bahwa Yesus tidak membunuh diri-Nya sendiri karena orang-orang lainlah yang membunuh diri-Nya, namun Dia sebagai imam dengan penuh keikhlasan memberikan diri-Nya sendiri sebagai kurban, dalam tindakan persembahan kurban yang sejati. Kristus hadir di hadapan Bapa surgawi dalam melaksanakan pekerjaan imamat-Nya sebagai wakil dari segenap umat manusia, karena Dia adalah Adam yang baru (lihat Rm 5:12-21), Kepala dari umat manusia yang telah ditebus; dan kematian-Nya membentuk perjanjian baru. Sebagai imam Dia dengan penuh kemurahan hati mempersembahkan diri-Nya sendiri dengan kematian-Nya di atas altar salib bagi Allah Bapa, sehingga Dia dapat mencapai suatu penebusan yang bersifat kekal-abadi.

Dengan demikian kita ditebus, ketika sang “Anak Domba Allah” (lihat Yoh 1:29; bdk. Kel 12; Yes 53) mempersembahkan diri-Nya sendiri bagi kita-manusia. “Tetapi, setelah mempersembahkan hanya satu kurban saja karena dosa, Kristus duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah. ...... Sebab oleh satu kurban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang dikuduskan” (Ibr10:12,14).

Rekonsiliasi.

Sengsara Kristus adalah sebuah pekerjaan rekonsiliasi, atau karya pendamaian. Karena kasih Kristus yang menyelamatkan menebus dosa manusia, maka dimungkinkanlah suatu penyembuhan bagi segala perpecahan dan kekerasan yang telah diciptakan oleh dosa.

Dosa adalah akar terdalam dari alienasi atau keterasingan manusia. Dosa memisahkan kita dari Allah. Dosa menciptakan perselisihan dan perbantahan antara kita. Dosa menyebabkan suatu desolasi batin dan ketololan irasional dalam diri seseorang (lihat Rm 7:23-24), serta menempatkan dia sebagai orang asing dalam dunia (lihat Kej 3:17-19; Rm 8:21-22). Santo Paulus menulis, “Pada waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’ oleh darah Kristus” (Ef 2:12-13). Memang Kristus adalah “damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan” (Ef 2:14). Melalui Kristus, “Allah memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di surga, sesudah Ia mengadakan pendamaian dengan darah salib Kristus” (Kol 1:20).

Salib dan Kebangkitan.

Penderitaan sengsara Yesus dan kemuliaan dari kebangkitan-Nya tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam misteri Paskah. “Dialah Anak Domba sejati, yang menghapus dosa dunia. Wafat-Nya menghancurkan kematian kami dan kebangkitan-Nya membangun kembali kehidupan kami” (Prefasi Paska I – Misa Hari Minggu dan Hari Raya – Masa Khusus, hal. 747). Bapa surgawi menyelamatkan kita tidak hanya dengan membebaskan Putera-Nya bagi kita, melainkan juga dengan membangkitkan-Nya dari antara orang mati (lihat 1Ptr 1:3-5). Salib Kristus menunjuk kepada kebangkitan dan dipenuhi dalam kebangkitan. Oleh salib-Nya, Kristus memperoleh bagi kita segala berkat dan kemuliaan bagi-Nya; dalam kebangkitan-Nya Allah menganugerahkan rahmat dan karunia yang telah dimenangkan oleh Yesus melalui penderitaan-penderitaan-Nya dan kasih-Nya yang penuh ketaatan (lihat juga Flp 2:5-11).

Kristus wafat untuk semua orang.

Allah “menghendaki supaya semua orang diselamatkan” (1Tim 2:4), oleh karena itu Kristus mati untuk semua orang. Kepada jemaat di Korintus Santo Paulus dengan tegas menulis: “Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka” (2Kor 5:15). Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Santo Paulus berbicara mengenai berlimpah-limpahnya karunia Allah. Dosa Adam telah mengakibatkan dukacita mendalam atas seluruh umat manusia, namun karya penebusan Kristus jauh lebih memiliki kuat-kuasa dan mempunyai efek yang jauh lebih besar daripada dosa Adam (lihat Rm 5:15-21).

Yesus Kristus sungguh wafat untuk kita semua, namun Ia tidak memaksa orang untuk menerima kehidupan kekal. Hanya mereka yang percaya akan kebenaran sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus, lalu menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat sajalah yang akan diselamatkan. Namun, melalui Roh Kudus-Nya, Kristus menyelamatkan semua orang yang memiliki kehendak untuk diselamatkan. Undangan kepada keselamatan itu sendiri diberikan kepada semua orang, bahkan juga kepada mereka yang tidak ingin diselamatkan. Yang perlu didengarkan adalah suara Tuhan dan sang Juruselamat: “Aku, Yesus, telah mengutus malaikat-Ku untuk bersaksi tentang semuanya ini kepadamu bagi jemaat-jemaat. Akulah tunas, yaitu keturunan Daud, bintang timur yang gilang-gemilang.” (Why 22:16). Roh dan pengantin perempuan itu berkata, “Marilah!” Siapa yang mendengarnya, hendaklah ia berkata, “Marilah!” Siapa yang haus, hendaklah ia datang, dan siapa yang mau, hendaklah ia mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma! (Why 22:17).
Penebusan telah terlaksana secara lengkap namun masih berlanjut.

Kristus telah menebus kita. Ini adalah suatu fakta. Santo Paulus menulis kepada jemaat di Korintus: “Jadi, siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: Yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. Semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya” (2Kor 5:17-18). Namun di sisi lain, karya penyelamatan Yesus Kristus belum menyentuh hidup banyak orang, dan kekayaan berlimpah dari karya-Nya masih harus kita lihat. Bagi kita semua yang telah menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat - artinya orang-orang Kristiani – hal ini berarti bahwa ada karya kerasulan yang harus dilakukan. Santo Paulus menulis, bahwa Allah “telah mempercayakan pelayanan pendamaian” kepada kita (lihat 2Kor 5:18). Allah memanggil kita untuk menerima kehidupan kekal secara bebas, untuk bergantung pada karya penyelamatan Kristus dan turut ambil bagian dalam buahnya dengan iman dan penerimaan berbagai sakramen, dengan doa dan karya-karya kasih. Dengan tulus Santo Paulus menghimbau jemaat di Korintus: “Dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: Berilah dirimu didamaikan dengan Allah. Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2Kor 5:20-21).

Salib dalam Kehidupan Kristiani

Salib adalah bagian yang tak terelakkan dari setiap kehidupan Kristiani. Oleh salib Kristus dan kebangkitan-Nya manusia diselamatkan, apabila mereka mengakui-Nya melalui iman dan kasih. Sakramen-sakramen adalah tanda-tanda dan instrumen-instrumen yang melaluinya Yesus mengkomunikasikan buah-buah penebusan dari salib-Nya. Tidak ada sesuatu pun dari kehidupan Kristiani yang dapat dipahami terpisah dari salib Kristus. Siapa saja yang berkeinginan untuk bertumbuh menjadi dewasa dalam kasih Kristiani, untuk tetapi setia kepada Allah, harus menerima terang dan menimba kekuatan dari penderitaan sengsara-Nya yang menyelamatkan.

Yesus mengajar para murid-Nya untuk senantiasa memanggul salib masing-masing: “Setiap orang yang mau mengikut Aku harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku” (Luk 9:23). “Siapa saja yang tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku” (Mat 10:38). Berbagai salib, kesusahan dan penderitaan dan penyangkalan-diri serta pengorbanan yang secara tulus ikhlas dipersembahkan, dibuat menyelamatkan dan suci oleh salib suci-Nya.

Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkan diri-Nya kepada Dia yang menghakimi dengan adil” (1Ptr 2:21-23).

Para Bapa Konsili Vatikan II menyatakan: “Dengan menanggung penderitaan bagi kita Ia bukan hanya memberi teladan supaya kita mengikuti jejak-Nya (lihat 1Ptr 2:21; Mat 16:24; Luk 14:27); melainkan Ia juga memulihkan jalan; sementara jalan itu kita tempuh, hidup dan maut disucikan dan menerima makna yang baru” (Gaudium et Spes, 22).

Diktuip dari tulisan: F.X. Indrapradja, OFS
dalam http://catatanseorangofs.wordpress.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar