Selasa, 05 April 2011

YESUS-KAH YANG DISALIBKAN? (Bagian 1)

ANTARA INJIL DAN DATA SEJARAH


(Materi katekese Dewasa)


Menjelang Pekan Suci merupakan kesempatan berharga untuk merenungkan kasih Tuhan dalam hidup kita melalui rangkaian perayaan liturgi Trihari Paskah. Liturgi Gereja dan bacaan yang kita renungkan akan tetap sama. Namun, aneka konteks dalam hidup dan situasi dunia sekitar kita juga akan membantu kita memahami misteri Paskah Kristus dengan lebih baik dan variatif. Bila pada tahun 2003 pemahaman dan keyakinan iman kita akan Yesus Kristus seakan ditantang oleh Dan Brown yang menghembuskan dongeng The Da Vinci Code, maka pada tahun 2004 Mel Gibson membantu kita memahami sengsara Tuhan Yesus menjadi lebih gamblang melalui film The Passion. Berikut kisah sengsara Tuhan kita Yesus Kristus ditinjau dari data biblis sebagaimana dimuat dalam Kitab Suci (Injil).


TANDA YANG MENIMBULKAN PERBANTAHAN

Sewaktu berumur 40 hari bayi Yesus dipersembahkan di Bait Allah, seorang benar yang sudah lanjut usia bernama Simeon, menyambut dan menatang-Nya. Kepada Bunda Maria, Simeon menyatakan nubuatnya tentang masa depan Anak itu, “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan - dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri - supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang” (Luk 2:34-35). Dan nubuat Simeon ini terbukti, bukan hanya sewaktu Yesus masih hidup dan mengajarkan kasih, bukan hanya sewaktu Dia wafat di kayu salib dan bangkit kembali, bukan hanya setelah para pengikut-Nya menyebarkan kabar gembira ini, bukan hanya saat Gereja awali dikejar-kejar dan dianiaya oleh orang Yahudi dan penguasa Romawi, melainkan sampai hari ini! Yesus akan senantiasa menjadi tanda yang menimbulkan perbantahan agar menjadi nyata pikiran hati banyak orang.

Karena itu, bukanlah hal yang mengherankan bila karena nama Yesus, seorang Kristen mungkin saja akan dibenci dan dimusuhi oleh orang sekitarnya. Tetapi jauh-jauh hari Dia sudah mengajarkan, “Berbahagialah kamu, jika karena Aku, kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacitalah dan bergembiralah karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu” (Mat 5:11-12). Bahkan kepada para murid-Nya, Dia juga sudah mengingatkan, “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku” (Yoh 16:2-3). Ya, Yesus akan senantiasa menjadi tanda yang menimbulkan perbantahan.

Salah satu perbantahan di dunia modern ini adalah mempertanyakan historisitas peristiwa Yesus dari Nazaret. Kita masih ingat bagaimana dongeng yang diciptakan oleh Dan Brown (2003) dalam The Da Vinci Code laris-manis, baik novel maupun filmya, termasuk di Indonesia. Dikisahkan bahwa Yesus yang disalibkan itu ternyata tidak sungguh mati. Dia hanyalah mati suri; argumen Dan Brown karena kaki Yesus tidak ikut dipatahkan sehingga bisa siuman lagi, lalu melarikan diri dengan Maria Magdalena dan keduanya pun menikah, punya keturunan dan mereka harus mengasingkan diri ke Perancis, dsb, dsb. Novel ini sebenarnya mempromosikan ajaran sesat Gnostisme untuk manusia modern ini menjadi novel bestseller dan filmnya masuk box office. Fenomena ini membenarkan apa yang tertulis dalam 2 Timotius 4:3-4, “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.”

Tulisan ini dimaksudkan sebagai upaya kecil untuk ikut mempertanggungjawabkan iman kita akan Yesus Kristus yang telah kita warisi bersama dari para rasul dan Gereja awali. Maka marilah kita juga mohon penerangan Roh Kudus agar kita juga dibimbing-Nya agar kita pun “mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran, di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala (Gereja)” (Ef 4:13-15).
SEPUTAR PENYALIBAN YESUS DALAM INJIL KANONIK

Pada bagian pertama ini kita akan melihat makna penyaliban Yesus dalam perspektif iman Kristiani seperti termaktub dalam Kitab Suci. Di sini tidak dibahas soal proses penyaliban Yesus (lih. Mrk 14:10-15:47 dan paralelnya), melainkan makna di balik fakta penyaliban Yesus. Bagian ini sekedar merangkum pemahaman Kristen akan makna penyaliban Yesus Almasih dalam terang Kitab Suci.


A. SALIB KRISTUS MENJADI SATU TITIK PERSIMPANGAN

"Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah,” demikian tulis St. Paulus (1 Kor 1:22-24). Ketiga pihak: baik Yahudi, Yunani (-Romawi), maupun Kristiani sepakat pada satu titik faktual: Yesus dari Nazaret itu mati di kayu salib. Namun, ketiganya berbeda dalam menafsirkan peristiwa kematian Yesus.


1. Batu Sandungan untuk Orang Yahudi


Bagi orang Yahudi, Yesus mati di kayu salib adalah suatu batu sandungan. Sebab dalam Perjanjian Lama dinyatakan, "Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang, maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu" (Ul 21:22-23; bdk. Gal 3:13). Kematian Yesus di kayu salib, bagi orang Yahudi menjadi tanda bahwa Dia telah dikutuk oleh Tuhan. Sebab semasa hidup-Nya Dia telah berani melanggar peraturan hukum Sabat dan menyamakan diri-Nya dengan Allah (bdk. Yoh 10:31-38). Maka di bawah salib orang-orang Yahudi mengolok-olok Yesus yang tersalib, “Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya. Ia menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah” (Mat 27:42-43).

Dan ternyata, Yesus yang telah menghujat Allah itu mati di kayu salib. Dia yang mengaku diri sebagai Mesias, ternyata mati terkutuk di kayu salib. Di kayu salib itu ternyata Yesus tidak bisa menyelamatkan diri-Nya sendiri padahal semasa hidup Dia telah banyak melakukan mukjizat. “Maka takjublah orang banyak itu melihat orang bisu berkata-kata, orang timpang sembuh, orang lumpuh berjalan, orang buta melihat, dan mereka memuliakan Allah Israel” (Mat 15,31). Bahkan angin-gelombang pun tunduk pada Yesus, orang mati pun dihidupkan kembali, bahkan, “Bilamana roh-roh jahat melihat Yesus, mereka jatuh tersungkur di hadapan-Nya dan berteriak: "Engkaulah Anak Allah” (Mrk 3:11). Tetapi, orang Yahudi tidak mau percaya bahwa Yesus ini adalah Mesias atau Kristus, karena Dia telah mati terkutuk di kayu salib. Kematian-Nya di kayu salib menjadi tanda bagi orang Yahudi, bahwa Allah tidak berkenan kepada Yesus. Dia bukanlah utusan Allah. Dia bukanlah Mesias yang mereka nanti-nantikan kedatangan-Nya.

2. Suatu Kebodohan bagi Orang Yunani-Romawi


Orang Yunani-Romawi berusaha mencari hikmat dan apa yang menguntungkan. Mereka bisa jadi tertarik dengan ajaran kasih dari Yesus dan berdecak kagum atas banyak mukjizat yang telah dilakukan-Nya. Tetapi kenapa orang yang sebaik Dia justru mati ngenes di kayu salib? Bagi orang-orang Yunani, Yesus telah mati konyol di kayu salib. Suatu tindakan kebodohan. Bukankah masih ada jalan untuk berdiplomasi untuk menyelamatkan diri? Mengikuti Yesus yang mati di kayu salib sama saja dengan mengikuti kebodohan. Apa bangganya menjadi murid dari orang yang mati ternista di kayu salib? Walaupun Dia tidak melakukan tindakan kriminal, tapi Dia telah tereksekusi di tiang salib, maka nama-Nya tetap menjadi aib dan bahan olok-olok. Maka bagi mereka, tiada untung dan manfaatnya mengikuti Yesus yang mati tersalibkan.


3. Dalam Terang Kebangkitan: Salib adalah Kekuatan dan Hikmat Allah


Bagaimana dengan orang Kristen (para pengikut Yesus Kristus dari Nazaret)? Bila dihadapkan pada satu fakta kematian Yesus saja, niscaya para pengikut-Nya akan memilih alternatif pertama atau kedua di atas. Namun, fakta bahwa Yesus yang tersalib dan mati itu ternyata belum titik! Ternyata, tiga hari kemudian Dia bangkit dan hidup kembali. Dia menampakkan diri kepada para murid-Nya (lih. mis 1 Kor 15:3-8). Yesus yang tersalib itu telah dibangkitkan Allah. Dia telah bangkit dengan mulia. Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan sungguh berkenan kepada-Nya, bahwa Dia adalah benar-benar Kristus, Mesias, Al-Masih, Dia yang terurapi yang kedatangannya telah dinubuatkan oleh para nabi.

Maka pada hari Pentakosta, 50 hari setelah kebangkitan-Nya, dengan dipenuhi Roh Kudus St. Petrus berseru, “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka. Tetapi Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu. […] Karena itu ia (Raja Daud) telah melihat ke depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia orang mati, dan bahwa daging-Nya tidak mengalami kebinasaan. Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi. Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus" (Kis 2.23-24.32.36). Yesus yang tersalib itu mati, dan kemudian bangkit lagi; inilah yang diwartakan oleh para rasul.

Kebangkitan-Nya dari kematian membedakan Yesus dari semua tokoh sejarah yang pernah muncul dan mati, sebab mereka tidak pernah bangkit lagi. Kebangkitan Yesus dari kematian menjadi pola dan harapan kita di masa depan, bahwa setelah mati kita pun akan turut dibangkitkan untuk hidup abadi bersama-Nya. “Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya” (1 Kor 15:22-23).

Kebangkitan-Nya dari kematian menjadi jaminan bagi kita akan kebenaran janji Yesus sendiri, "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya” (Yoh 11:25-26). Dan sekarang Dia telah dimuliakan di surga dan telah menyediakan tempat bagi kita, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada” (Yoh 14:1-3). Dan hanya melalui Yesus-lah kita menemukan jalan untuk sampai kepada Allah Bapa yang mahakasih, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6).

Demikianlah, ketiga pihak: Yahudi - Yunani - Kristiani, mengakui fakta bahwa Yesus mati di kayu salib. Hanya saja mereka mempunyai penafsiran yang berbeda-beda atas peristiwa tersebut. Pihak Kristiani mengartikan makna dari kematian Kristus dalam terang kebangkitan-Nya, seperti yang secara singkat akan kita lihat pada bagian berikutnya. Sementara orang Yahudi menyangkal fakta kebangkitan Yesus. Seandainya para pemimpin Yahudi mengakui fakta kebangkitan Yesus, otomatis mereka juga akan mengakui Yesus sebagai Kristus-Mesias. Bila hal demikian yang terjadi, maka semua orang Yahudi akan mengakui Yesus Kristus pula. Tentu hal demikian akan menggoyang kemapanan posisi para pemimpin Yahudi. Maka saat para serdadu yang menjaga kubur Yesus melaporkan bahwa Yesus telah bangkit, mereka pun segera dibungkam dengan suap dan diminta menyebarkan berita bohong: Di saat para serdadu sedang tidur, para murid Yesus datang untuk mencuri jenazah-Nya (Mat 28:11-15). Tetapi, bagaimana mungkin mereka tahu bahwa para murid yang mencuri, bukankah mereka sendiri tertidur? Namanya juga berita bohong, jadi harap maklum bila ada lobang-lobangnya.


B. SELAYANG PANDANG TEOLOGI SALIB

Para murid Yesus menyaksikan dua fakta: Yesus, Guru mereka, mati di kayu salib. Dan tiga hari kemudian Dia telah dibangkitkan Allah dan kemudian menampakkan diri kepada mereka. Dengan membangkitkan Yesus dari kematian, berarti Tuhan Allah telah membenarkan hidup, karya, dan kematian Yesus. Dia sungguh-sungguh utusan Allah. Dia adalah Mesias yang telah dinubuatkan oleh para nabi.

Namun, satu hal menjadi pergumulan iman mereka: mengapa Yesus harus mati di kayu salib? Kenapa Mesias ini malahan harus menderita? Untuk apa Yesus rela sengsara dan wafat di kayu salib padahal Dia tidak bersalah dan tidak berbuat dosa? Dalam aneka penampakan-Nya, Tuhan Yesus membuka pikiran-hati para murid tentang Mesias yang telah dinubuatkan para nabi dan mengapa Dia harus sengsara dan mati di kayu salib. Kepada dua murid yang dalam perjalanan ke Emaus, Yesus yang bangkit menampakkan diri dan mengomentari pembicaraan mereka, “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?" Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi” (Luk 24:25-27). Para malaikat pun menegur wanita-wanita yang berziarah ke kubur Yesus, “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit. Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea, yaitu bahwa Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga” (Luk 24:5-7). Bukankah semestinya para murid ini mengingat dan mempercayai apa yang telah tiga kali dikatakan-Nya selama Dia mengajar mereka, yakni tentang masa depan Yesus sendiri, “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit" (lih. Misalnya Mrk 8:31; 9:31; 10:33-34 dan paralelnya).

Memang tidak seluruh nubuat para nabi tentang Mesias yang akan datang dipegang teguh oleh orang Yahudi. Mereka hanya mengingat Mesias jaya yang akan mengembalikan kemuliaan dan kejayaan takhta Raja Daud melawan penguasa-penguasa asing. Bahwa nanti bangsa-bangsa dari segala ujung bumi akan datang untuk membawa upeti dan memberI hormat kepada Mesias rajawi ini. Tulis Nabi Yesaya tentang kemuliaan Yerusalem kelak, “Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa; tetapi terang TUHAN terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu. Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu. Sejumlah besar unta akan menutupi daerahmu, unta-unta muda dari Midian dan Efa. Mereka semua akan datang dari Syeba, akan membawa emas dan kemenyan, serta memberitakan perbuatan masyhur TUHAN. Sungguh, bangsa dan kerajaan yang tidak mau mengabdi kepadamu akan lenyap; bangsa-bangsa itu akan dirusakbinasakan” (Yes 60:2-3.6.12).

Namun, orang Yahudi tidak pernah memperhatikan, bahwa para nabi juga telah menubuatkan penderitaan Mesias. Nubuat tentang Mesias yang menderita itu kurang populer karena tidaklah menarik. Nabi Yesaya telah menubuatkan demikian, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan. Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya. Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya? Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umat-Ku ia kena tulah. Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya” (Yes 53:3.7-9).

Kalau dia tidak bersalah, lalu untuk apa Mesias ini harus menderita? Ternyata Nabi Yesaya juga sudah memberikan alasan mengapa Mesias itu harus menderita, “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian” (Yes 53:4-6). Maka pertanyaan atas penderitaan Mesias, bukanlah mengapa? Melainkan untuk siapa Mesias menderita? Dia memang tidak bersalah, tetapi menderita di kayu salib untuk menjadi “korban penebus salah” atas dosa dan kesalahan kita. “Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya” (Yes 53:10). Nubuat Yesaya ini terpenuhi, Yesus taat sampai mati di kayu salib, maka Dia pun dibangkitkan dan akhirnya bisa melihat “keturunannya”, bukan keturunan fisik, melainkan “keturunan rohani” yakni para pengikut-Nya sepanjang masa, “umur lanjut” juga terpenuhi karena sekarang Dia telah bangkit dengan mulia dan hidup abadi.

Yesus telah mati sebagai “Korban Penebus Salah” atas kesalahan dan pemberontakan manusia. Maka benarlah apa yang telah dinubuatkan oleh St. Yohanes Pemandi (Yahya): "Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia. Dialah yang kumaksud ketika kukatakan: Kemudian dari padaku akan datang seorang, yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku” (Yoh 1:29-30). Kita ingat peristiwa Paskah pertama di Mesir, bagaimana Tuhan “melewati” rumah-rumah yang jenang pintunya diolesi dengan darah anak domba paskah, sebaliknya pada rumah yang tiada tanda demikian, Tuhan pun memasukinya dan lalu membunuh anak sulung dalam rumah itu (Kel 12:31-30). Demikian pula dalam tradisi Yahudi, mereka mengadakan korban penebus salah dengan mempersembahkan domba atau lembu yang tidak bercacat dan mereka yakin dengan percikan darah korban binatang ini kesalahan dan dosa mereka diampuni Tuhan. Maka tiap kali bersalah, mereka harus membawa korban kepada Tuhan.

Maka melalui darah Kristus, darah Anak Domba yang tak bercela, kita menerima pengampunan atas dosa-dosa kita. “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat” (1 Ptr 1:18-19). Di kayu salib itu Yesus, sekali untuk selamanya, bertindak sekaligus sebagai imam yang membawa korban persembahan, yakni darah mulia-Nya sendiri untuk pengampunan dan penebusan dosa dunia. “Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup” (Ibr 9:13-14). Dialah Imam Agung kita yang membawa korban darah-Nya sendiri (Ibr 9:12). Kata-Nya pada malam perjamuan terakhir, “Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” (Mat 26:28).

Karena Darah mulia Yesus kita menerima pengampunan atas dosa dan pelanggaran kita. Yesus - Mesias - Almasih - Kristus ini telah menjadi penebus bagi kita. Dialah yang telah mengambil alih hukuman yang semestinya kita panggul sendiri. “Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (Yes 53:5). Dia menderita dan menumpahkan darah-Nya di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia.

Sebab sejak kejatuhan Adam - Hawa dalam dosa, semua manusia mewarisi dosa asal, yakni kecenderungan untuk berbuat dosa. Maka dengan kekuatannya sendiri manusia tidak akan mampu mencapai keselamatan, apalagi untuk berbahagia selamanya bersama Tuhan. Amal - kebaikan - persembahan korban persembahan kita tidak akan pernah cukup dipakai untuk “membeli tiket” masuk sorga. Namun, karena Tuhan itu mahakasih dan menghendaki keselamatan kita semua, maka Tuhan menjanjikan kelak datangnya seorang penebus. Kepada ular - Iblis yang telah memperdaya Hawa, Tuhan mengutuknya “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya” (Kej 3:15). Melalui pengorbanan-Nya di kayu salib, Yesus telah membayar lunas “hutang dosa” kita (bdk. 1 Kor 7:23; Kol 2:14). Penebusan demikian hanya mungkin terjadi bila dari pihak manusia ada korban yang berharga, mulia, tak bercela, dan tak bercacat. Tetapi siapakah yang murni tiada dosa? Hanya Yesus dari Nazaret-lah yang hidup tanpa cela dan sanggup melakukan korban penebusan ini. Dialah Imam Besar kita yang sanggup mempersembahkan korban penebus salah secara sempurna, sekali untuk selamanya, dengan membawa darah-Nya sendiri di kayu salib. “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (Ibr 4:15).

Misi penebusan Yesus - Almasih ini sudah diwartakan oleh Malaikat Gabriel, kepada St. Yusuf yang masih ragu-ragu mengambil St. Maria, tunangannya, yang kedapatan telah mengandung, “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka" (Mat 1:20-21). Melalui garis keturunan Yusuf inilah Yesus secara hukum akan diakui sebagai keturunan Raja Daud. Ya, Mesias harus lahir dari keturunan Raja Daud dan dari kampung Betlehem (lih. 2 Sam 7:15; Mi 5:2; Yoh 7:42), dan Mesias harus dilahirkan dari seorang perawan seperti telah dinubuatkan oleh Nabi Yesaya, “Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" yang berarti: Allah menyertai kita” (Mat 1:20-23; lih. Yes 7:14).


C. DIBAPTIS: MENERIMA DAN MENGIMANI YESUS SEBAGAI MESIAS - ANAK ALLAH

Maka setelah mengetahui bahwa Yesus dari Nazaret ini adalah Mesias yang telah dijanjikan Tuhan, yang penderitaan-Nya dimaksudkan sebagai penebusan atas dosa dan pelanggaran kita, apa yang harus kita lakukan? Seru St. Petrus pada hari Pentakosta itu, “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita” (Kis 2:38-39). Dengan menerima pembaptisan, maka kita mengakui dan mempercayai Yesus adalah Mesias, Allah Putra yang telah diutus untuk menyelamatkan dunia (Yoh 3:16), dan dengan demikian kita menerima rahmat pengampunan dosa berkat pengorbanan Yesus di kayu salib.

Rahmat pengampunan telah ditawarkan oleh Tuhan melalui Yesus Kristus, tinggal kita sendiri mau menyambutnya, menundanya, mengabaikannya, atau malahan melecehkannya. Semua berpulang pada diri kita masing-masing karena Tuhan tidak pernah memaksa. Dia telah memberikan kehendak bebas kepada setiap orang. Tetapi berbahagialah yang menyambut rahmat yang telah Tuhan tawarkan melalui Yesus Kristus dari Nazaret ini. Dia telah menantang kita masing-masing:

“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup” (Yoh 5:24).

“Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman" (Yoh 6:39-40).

Dan hanya melalui Yesus Almasih dari Nazaret yang telah menumpahkan darah-Nya di kayu salib untuk penebusan dosa dunia, kita akan sampai kepada Allah Bapa kita yang mahakasih. "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6). Setelah kebangkitan-Nya misi dan undangan keselamatan Yesus tidak lagi sebatas bangsa Israel (lih. Mat 10:5-6; 15:24), melainkan ditujukan kepada umat manusia seluruh dunia dan dari setiap generasi sampai akhir zaman (Mat 28:19-20; bdk. Kis 1:8), sebagaimana halnya para Majus dari Timur telah datang dan menyembah Sang Bayi Mesias (Mat 2:1-12) sehingga tergenapilah nubuat Nabi Yesaya (60:2-6) dan Simeon (Luk 2:31-32; Yesus Kristus inilah Sang Terang dari Tuhan yang menjadi pernyataan bagi bangsa-bangsa lain dan kemuliaan bagi umat Israel).


D. SALIB KRISTUS MEMBERI MAKNA BAGI SETIAP PENDERITAAN KITA

Di padang gurun Nabi Musa telah membuat dan meninggikan patung ular tembaga sehingga setiap orang yang dipagut ular tedung - karena telah memberontak terhadap kepemimpinan Musa - bisa melihat dan menjadi sembuh (Bil 21:9), demikian pula Yesus Kristus yang ditinggikan di kayu salib akan menyembuhkan setiap orang yang terpagut dosa mau datang kepada-Nya. “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:14-15).

Dan dalam terang kebangkitan-Nya, kita telah melihat makna penderitaan dan pengorbanan Yesus di kayu salib. Dia telah menderita untuk orang lain. “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya“ (Yoh 15:13). Melalui salib di Golgota, kita diajak untuk mensyukuri betapa Allah telah mengasihi kita. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16). Dan dalam aneka penderitaan: sakit, tertekan, tak berdaya pun - dalam terang salib dan kebangkitan Kristus - kita bisa memaknai penderitaan yang saat ini kita alami: “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat” (Kol 1:24). Yesus dari Nazaret tidak pernah mengalami dan merasakan penderitaan sebagai orang yang terkena stroke, jompo, cacat karena kecelakaan, cacat sejak lahir, diabet dan kolesterterol tinggi, dsb. Maka kita pun diundang untuk menyatukan penderitaan kita dengan penderitaan Kristus di kayu salib. Penderitaan yang kita tanggung dengan ikhlas dan kemudian kita satukan dengan pengorbanan Kristus di kayu salib akan menjadi silih atas dosa kita sendiri tetapi juga bagi dosa dan keselamatan orang lain.

Dan sebagaimana Yesus telah rela memanggul salib, sengsara, dan wafat demi keselamatan dan kebahagiaan kita; kita pun diundang menanggung beban penderitaan tanggung jawab kita demi orang-orang yang kita kasihi. Dalam terang salib dan kebangkitan Kristus, jerih lelah kerja dan beratnya melahirkan dan membesarkan anak tidak lagi kita lihat sebagai kutukan atas dosa Adam Hawa (lih. Kej 3:16-19), melainkan kita panggul bersama Kristus demi mereka yang kita kasihi. Bahkan dalam 1 Petrus 4:13-14 dinasihatkan, “bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya. Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu.” Dan setiap orang Kristen harus siap menanggung konsekuensi sebagai pengikut Kristus, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku” (Luk 9:23).


E. SEANDAINYA YESUS TIDAK DIBANGKITKAN

Apa yang terjadi seandainya Yesus tidak dibangkitkan dari kematian setelah penyaliban? Itu berarti, akan seperti kesimpulan orang Yahudi, dia bukanlah Mesias, maka kematian-Nya di kayu salib juga tidak memiliki arti apa-apa, sebab sudah banyak juga orang yang telah mati dieksekusi dengan disalib. Tetapi korban Yesus di kayu salib menjadi berarti karena Dia adalah Anak Domba Allah yang tak bercela. Dan Tuhan telah menerima persembahan korban Yesus dari Nazaret di kayu salib dengan membangkitkan-Nya pada hari ketiga. Dengan demikian tergenapilah nubuat para nabi. Dengan demikian Tuhan menyatakan Dia inilah sungguh Mesias Almasih yang telah dijanjikan sejak Adam Hawa. Dengan demikian, kuasa dosa dan maut dipatahkan!

“Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu” (1 Kor 15:17). Ya, jika Yesus Kristus tidak dibangkitkan, sia-sialah kita mengikuti nabi dari Nazaret yang mati tergantung di salib. Sia-sialah para martir menyerahkan nyawanya (berbalikan dengan yang melakukan bom bunuh diri) karena iman akan Kristus. Sia-sialah para minisonaris masuk ke pelosok pedalaman mewartakan kasih. Sia-sialah para pengikut-Nya memilih hidup selibat atau memegang ajaran perkawinan monogami dan tak terceraikan.

Tanpa kebangkitan Kristus, agama Kristen tidak akan pernah ada dan bertahan sampai hari ini. Ketika para pengikut Kristus terang-terangan mewartakan bahwa Yesus dari Nazaret itu telah bangkit dari kematian sehingga menggerogoti kemapanan para pemimpin Yahudi, maka Gamaliel menasihati teman-temanya, “Janganlah bertindak terhadap orang-orang ini. Biarkanlah mereka, sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap, tetapi kalau berasal dari Allah, kamu tidak akan dapat melenyapkan orang-orang ini; mungkin ternyata juga nanti, bahwa kamu melawan Allah" (Kis 2:38-39). Ya, bila hal ini berasal dari manusia akan lenyap! Tetapi setelah 2000 tahun nubuat ini terbukti, bila berasal dari Allah tidak akan ada kuasa manusia ataupun kuasa kegelapan pun yang bisa melenyapkannya. Sabda Yesus tentang Gereja yang didirikan-Nya di atas dasar St. Simeon Petrus, “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Mat 16:18).

Kematian Yesus di kayu salib dan kebangkitan-Nya dari kematian menandakan bahwa kuasa dosa dan maut telah dikalahkan. Iblis si Ular tua telah ditakhlukkan. Namun, si Iblis tidak akan pernah jera untuk menggagalkan rencana keselamatan dari Tuhan. Dia akan terus menarik manusia dari rahmat keselamatan itu. Sabda Yesus, “Dan inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak; tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah” (Yoh 3:19-21). Iblis akan terus menggoda dan membujuk manusia untuk tetap hidup dalam kegelapan dan menjauhi Kristus, Sang Terang Dunia (bdk. Yoh 9:5).


Dikutip dari tulisan : P. F.X. Didik Bagiyowinadi, Pr
dalam www.indocell.net/yesaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar