Kamis, 17 Maret 2011

Aturan Hukum Gereja bagi yang telah Melakukan Aborsi


Sedih bercampur prihatin mengetahui fakta bahwa hubungan seksual menjadi hal yang tidak lagi luar biasa bagi pergaulan remaja di masa sekarang ini. Suka tidak suka hal ini akan berakibat makin banyaknya kasus kehamilan di luar nikah. Dan bila yang bersangkutan merasa belum siap untuk terikat dalam perkawinan maka aborsi menjadi jalan keluar untuk "menutup rasa malu". Masalahnya masih banyak yang belum tahu tentang bagaimana hukum Gereja mengatur tentang masalah aborsi ini. Mudah-mudahan penjelasan singkat berikut sedikit membantu.

Menurut kan.1398 Kitab Hukum Kanonik, aborsi dijatuhi ancaman hukuman eks-komunikasi otomatis (excommunicatio latae sententiae), maksudnya ialah yang bersangkutan dilarang aktif sebagai penggiat kegiatan-kegiatan gerejani dan dilarang untuk menyambut komuni suci. Tak peduli dengan cara apa dan kapan aborsi dilaksanakan (interpretasi otentik Dewan Kepausan 23 Mei 1988). Absolusi (pengampunan dan pembebasan) dari ekskomunikasi otomatis itu dikhususkan (direservir) bagi Uskup.

Tetapi kiranya dapat dibayangkan kesulitan prosedur minta absolusi dari Uskup, dengan segala akibatnya, maka dari itu di banyak kawasan, a.l.di Regio Jawa, kuasa memberikan absolusi dari ekskomunikasi otomatis itu dilimpahkan secara habitual kepada bapa pengakuan (bdk.Statuta Keuskupan Regio Jawa 1995) yang juga diberlakukan untuk Regio Sumatera. Dengan demikian Bapa pengakuan memberikan dua absolusi dalam pelayanan sakramen tobat kepada orang yang kena ekskomunikasi itu: Pertama, ia memberikan absolusi dari ekskomunikasi, misalnya: “Aku membebaskan Anda dari ekskomunikasi. Demi Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus”. Lalu ia memberi absolusi sakramental seperti biasanya.



Anjuran kepada Bapa pengakuan.
  • Memberi peringatan jelas kepada peniten mengenai kejahatan aborsi. Perlindungan hak atas hidup manusia dijunjung tinggi oleh Gereja.
  • Memberitahukan kepada Keuskupan jumlah absolusi atas ekskomunikasi dari aborsi per tahun. Hanya jumlahnya, sehingga rahasia pengakuan tetap terjamin 100%. Pemberitahuan jumlah itu hanya untuk kebijakan pastoral.

Kalau Bapa pengakuan bertanya, apakah peniten tahu bahwa aborsi digantungi ancaman hukuman ekskomunikasi, maksudnya ialah soal imputabilitas, yakni orang yang tahu, kena. Bisa timbul soal, sejauh mana perempuan yang bersangkutan dengan tahu, mau dan mampu, membiarkan aborsi dilaksanakan pada dirinya. Seringkali ia didesak oleh pihak lain (suami, pacar, orangtua, sanak saudara dsb.) Menurut paham moral, hal ini disebut kerja sama yang tak lepas dari kesalahan, maka juga harus dipertanggungjawabkan. Berkaitab dengan hal ini pula setiap orang yang memaksa, membantu, menganjurkan dan menyetujui aborsi, juga "petugas kesehatan" yang melakukan aborsi, termasuk dalam golongan mereka yang seharusnya terkena ekskomunikasi otomatis.

Jawaban atas pertanyaan : “Bagaimana bila ter kena ekskomunikasi otomatis atas aborsi”? ialah:
  •   Menyesali tindakan itu (bertobat)
  •   Mengaku dosa
  •   Mohon absolusi, baik dari ekskomunikasi maupun dari dosa.
Kalau imam mengatakan bahwa kuasa absolusi itu direservir Uskup. Ingatkan, mungkin kuasa itu telah dilimpahkan kepada imam yang mempunyai yurisdiksi. Entah bagaimana kebijakan di Keuskupan-keuskupan Indonesia. Kiranya delegasi paling praktis.

Demikian semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar