Rabu, 23 Maret 2011

Pesan Prapaskah 2011 bagi Para Imam

Oleh: Kardinal Mauro Piacenza
Prefek Kongregasi Untuk Imam


Saudara-saudara yang terhormat,


Masa rahmat ini, yang diberikan kepada kita untuk kita hayati, memanggil kita untuk sebuah pertobatan yang baru. Pelayanan imamat selalu baru, dan melalui karunia imamat ini, Tuhan Yesus dibuat hadir dalam hidup kita dan, melalui hidup kita, dalam kehidupan semua orang.

Pertobatan, bagi kita para imam, lebih dari semuanya, berarti menyesuaikan hidup kita secara lebih dekat dengan pewartaan yang kita tawarkan setiap hari kepada umat, menjadikan diri kita dengan cara ini 'secarik Injil yang hidup' yang bisa dibaca dan disambut oleh setiap orang. Dasar dari sikap ini, tanpa ragu lagi, ialah pertobatan jati diri kita sendiri: Kita mesti mengembalikan diri kita kepada jatidiri kita! Jatidiri itu, yang disambut dan diterima secara sakramental dalam kemanusiaan kita yang rapuh, menuntut peneguhan yang progresif dari hati, pikiran, perilaku kita terhadap setiap hal, bahwa kita berada dalam citra Kristus Sang Gembala Baik yang secara sakramental telah dimeteraikan dalam diri kita.


Kita mesti memasuki Misteri-Misteri yang kita rayakan, teristimewa Ekaristi Suci, dan membiarkan diri kita dibentuk olehnya. Dalam Ekaristi itulah, imam menemukan kembali jatidirinya yang sejati. Di dalam perayaan Misteri Ilahi itulah, imam dapat menangkap penglihatan tentang 'bagaimana' menjadi gembala dan 'apa' yang perlu untuk benar-benar saling melayani.

Dunia yang sedang mengalami "pemerosotan hidup kristiani" ini menuntut evangelisasi baru; namun sebuah evangelisasi baru, menuntut imam-imam yang 'baru' pula. Bukan imam dalam arti dangkal seperti halnya mode yang segera berlalu, namun dalam arti hati yang seluruhnya diperbarui oleh setiap Misa Kudus, diperbarui oleh cinta Hati Kudus Yesus, Sang Imam dan Gembala Baik.

Senin, 21 Maret 2011

Bahan Rekoleksi Wali Baptis: "SANG PEMANAH"

Hari Minggu kemarin di Paroki diselenggarakan Rekoleksi untuk para Wali Baptis sebagai persiapan Penerimaan Sakraman Inisiasi: Baptis, Krisma dan Ekaristi pada Paskah bulan depan.


Dalam rekoleksi tersebut saya pertama-tama mencoba untuk menggali pengalaman peserta rekoleksi dengan mengajak mereka mendalami puisi Kahlil Gibran dari buku "Sang Nabi" dalam bab berjudul Tentang Anak (sangat baik bila ada peserta mendeklamasikan puisi tersebut atau fasilitator telah menyiapkan seorang yang cukup berbakat puisi untuk mendeklamasikan puisi tersebut dengan iringan instrumen yang sesuai).

Dalam proses, setelah puisi "Tentang Anak" dibacakan dan diberi penjelasan seperlunya, maka langkah selanjutnya adalah mendalami makna panah sang pemanah. Di sini saya membuat perumpamaan bahwa Anak Baptis adalah anak panah dan Wali Baptis adalah busur panah. "Busur Panah" yang bagaimanakah yang memiliki kualitas terbaik? Yang "kualitas B" yang bagaimana ? Di sinilah sharing para Wali Baptis dimulai.

Setelah sharing, barulah dijelaskan tentang :
  • Peranan Wali Baptis dalam Sejarah Gereja
  • Syarat menjadi Wali Baptis
  • Refleksi : Menimbang diri menjadi Wali Baptis
  • Saran ungkapan perhatian untuk Wali Baptis.

Bahan presentasi untuk rekoleksi Wali Baptis dapat didownload di LINK INI (silahkan klik).

Semoga bermanfaat.

Jumat, 18 Maret 2011

SALIB : Hukuman Mati yang Ngeri dan Keji

Materi Tambahan untuk Katekese Dewasa

Hukuman mati ini berasal dari negeri Persia, kemudian diambil alih oleh Yunani, dan sejak perang dengan Kartago, orang Roma pun menggunakan hukuman salib. Oleh bangsa Romawi salib dijadikan alat hukuman yang paling kejam terhadap para budak dan orang-orang asing (terutama orang jajahan) yang memberontak.

Konon, hukum Yahudi menentukan bahwa para pemuja berhala, penghojat dan pemberontak dirajam dengan batu dan digantung pada sebuah tiang. Mereka dibiarkan mati secara mengerikan karena dipandang sebagai yang terkutuk oleh Allah. Dan agar tidak menajiskan, maka mayatnya segera dikuburkan (Ul 21:23). "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!" (Gal 3:13).

Penyaliban kerap diawali penderaan dengan tujuan untuk memperlemah daya tahan tubuh si terhukum agar tidak dapat melawan dan sebagai bahan olok-olok. Cara mendera orang Yahudi berbeda dengan orang Romawi. Orang Yahudi tidak boleh memberikan deraan lebih dari empat puluh pukulan, masing-masing pada bahu kiri dan kanan serta dada. Sedangkan orang Romawi tidak ada batasnya; mereka boleh memukul di mana saja. Alat penderaan terbuat dari cambuk yang ujungnya diperkuat dengan batu-batu timah dengan paku-paku kecil di ujungnya atau tulang punggung binatang yang telah diruncingkan ujung-ujungnya.

Kamis, 17 Maret 2011

Memahami Gempa Bumi dan Tsunami di Jepang sebagai Kehendak Allah

Tercenung saya mendengar komentar seorang rekan sejawat yang berkata bahwa bencana alam gempa bumi dan Tsunami di Jepang sebagai hukuman Allah karena bangsa tersebut tidak mau bertobat. Pun kata-kata yang sama meluncur saat bencana gempa bumi dan tsunami melanda di Aceh dan negara-negara di Asia sampai Afrika karena tsunami Aceh. “Mereka dihukum karena banyak melakukan kejahatan dan tidak mau bertobat.” demikian ujarnya. Saya bertanya dalam hati: Apakah memang demikian? Apakah Allah sedemikian kejam menghukum manusia dengan bencana alam sedemikian dahsyat?

Tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak orang beranggapan bahwa di balik penderitaan atau kemalangan atau bencana, terdapat hukuman Allah. Siapa yang berbuat kesalahan pastilah ia menanggung hukuman, atau siapa menabur angin akan menuai badai. Singkatnya, orang masyarakat/orang yang hidup benar, seharusnya tidak akan tertimpa bencana, penderitaan atau kemalangan. Tetapi kenyataan yang kita alami dalam hidup sehari-hari seringkali membuktikan lain.

Seturut pengetahuan dan pengalaman yang saya timba sampai saat ini, Allah selalu menghendaki kebaikan bagi umatNya, termasuk tatkala Allah menghendaki saya dilahirkan dalam keadaan cacat. Bacaan Injil hari ini secara jelas dan tegas mengungkapkan hal itu:
“Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Mat 7:9-11)
Jadi dengan iman yang teguh kita berani berkata: Allah selalu akan memberikan yang baik kepada umat manusia. Lalu jika demikian bagaimana kita memahami bencana alam yang sedemikian menghancurkan. Apakah itu semua kehendak Allah? Mungkin kita hanya bisa berkata: itu adalah misteri ilahi.

Aturan Hukum Gereja bagi yang telah Melakukan Aborsi


Sedih bercampur prihatin mengetahui fakta bahwa hubungan seksual menjadi hal yang tidak lagi luar biasa bagi pergaulan remaja di masa sekarang ini. Suka tidak suka hal ini akan berakibat makin banyaknya kasus kehamilan di luar nikah. Dan bila yang bersangkutan merasa belum siap untuk terikat dalam perkawinan maka aborsi menjadi jalan keluar untuk "menutup rasa malu". Masalahnya masih banyak yang belum tahu tentang bagaimana hukum Gereja mengatur tentang masalah aborsi ini. Mudah-mudahan penjelasan singkat berikut sedikit membantu.

Menurut kan.1398 Kitab Hukum Kanonik, aborsi dijatuhi ancaman hukuman eks-komunikasi otomatis (excommunicatio latae sententiae), maksudnya ialah yang bersangkutan dilarang aktif sebagai penggiat kegiatan-kegiatan gerejani dan dilarang untuk menyambut komuni suci. Tak peduli dengan cara apa dan kapan aborsi dilaksanakan (interpretasi otentik Dewan Kepausan 23 Mei 1988). Absolusi (pengampunan dan pembebasan) dari ekskomunikasi otomatis itu dikhususkan (direservir) bagi Uskup.

Tetapi kiranya dapat dibayangkan kesulitan prosedur minta absolusi dari Uskup, dengan segala akibatnya, maka dari itu di banyak kawasan, a.l.di Regio Jawa, kuasa memberikan absolusi dari ekskomunikasi otomatis itu dilimpahkan secara habitual kepada bapa pengakuan (bdk.Statuta Keuskupan Regio Jawa 1995) yang juga diberlakukan untuk Regio Sumatera. Dengan demikian Bapa pengakuan memberikan dua absolusi dalam pelayanan sakramen tobat kepada orang yang kena ekskomunikasi itu: Pertama, ia memberikan absolusi dari ekskomunikasi, misalnya: “Aku membebaskan Anda dari ekskomunikasi. Demi Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus”. Lalu ia memberi absolusi sakramental seperti biasanya.

Jumat, 11 Maret 2011

MEMANFAATKAN FACEBOOK SEBAGAI SARANA KATEKESE (Pewartaan dan Bina Iman)

Sejenak saya tercenung membaca dan memperhatikan tulisan dari detiknet (http://www.detikinet.com/read/2011/03/02/080737/1582683/398/17-fakta-menarik-tentang-facebook/?i991102105) tentang 17 fakta tentang FB (Facebook). Sebagian dari 17 fakta menarik tentang Facebook adalah :
  1. 1 dari 13 orang di dunia saat ini memiliki sebuah akun Facebook. Lebih dari separuhnya log in setiap hari, artinya hampir 10% jumlah semuruh populasi dunia terhubung dalam Facebook. Dan setengahnya mengakses FB setiap hari.
  2. 2% dari seluruh pencarian di Google tahun 2010 lalu mengandung kata Facebook.
  3. 4 Februari 2004 adalah tanggal ketika Mark Zuckerberg meluncurkan Facebook kala dia masih menjadi mahasiswa di Universitas Harvard.
  4. Rata-rata 8 friend request dikirimkan oleh seorang pengguna Facebook tiap bulan.
  5. 27% user Facebook tidak menampilkan status relasi mereka
  6. 42% pria dan 63% wanita mengaku memakai Facebook untuk mencari mantan kekasih.
  7. Facebook diterjemahkan dalam 76 bahasa.
  8. Pengguna Facebook tertua berumur 104 tahun. Dia adalah Lilian Lowe yang berasal dari Wales.
  9. Rata-rata pengguna Facebook punya 130 teman.
  10. Sebanyak 66.168 foto ditag di Facebook setiap menit.
  11. 2.176.000 pesan privat dikirim via Facebook setiap 20 menit.
  12. 35 juta orang mengubah status Facebooknya setiap hari.
Dari fakta menarik tentang FB ini, tidak dapat dipungkiri bahwa Facebook kini menjadi media jejaring sosial terbesar yang pernah ada di planet ini.

Perhatikan fakta bahwa 1 dari 13 orang di dunia saat ini memiliki sebuah akun Facebook dan lebih dari separuhnya log in setiap hari, artinya hampir 10% jumlah seluruh populasi dunia terhubung dalam Facebook. Dan setengahnya mengakses FB setiap hari. Dapat dibayangkan bila mereka yang mengakses FB membaca/memperoleh peneguhan dan/atau kabar gembira tentang karya keselamtan Tuhan. Saya membayangkan suatu kebangunan rohani yang luar biasa bila setiap orang mulai memanfaatkan media ini bagi pertumbuhan dan perkembangan iman kristiani.

14 PERHENTIAN JALAN SALIB SESUAI KITAB SUCI

Doa/ibadat Jalan Salib dalam Gereja Katolik kini menjadi bagian tak terpisahkan dari tempat-tempat peziarahan katolik, misalnya Gua Maria atau Gereja. Jarak antar perhentian dalam Jalan Salib dimodifikasi disesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat peziarahan. Tetapi yang terpenting dalam melakukan setiap ziarah dan/atau jalan salib adalah kesadaran bahwa hidup kita di dunia inipun adalah sebuah peziarahan, sebuah perjalanan menuju Tuhan, maka Tuhanlah seharusnya yang menjadi tujuan dari setiap kegiatan/karya dalam peziarahan ini, dalam kesadaran itu pula dibangun semangat untuk peduli pada sesama teman sepeziarahan di dunia ini.


14 PERHENTIAN JALAN SALIB UMUMNYA

Sudah dikenal luas saat ini terdapat 14 perhentian Jalan Salib yang menggambarkan proses penyaliban, dimulai dari penjatuhan hukuman mati yang tidak adil oleh Pilatus sampai dengan Yesus dimakamkan. Perhentian-perhentian itu adalah sebagai berikut :
  1. Yesus dihukum mati
  2. Yesus memanggul salib
  3. Yesus jatuh untuk pertama kalinya
  4. Yesus berjumpa dengan ibunya
  5. Yesus ditolong Simon dari Kirene
  6. Wajah Yesus diusap oleh Veronica
  7. Yesus jatuh untuk kedua kalinya
  8. Yesus menghibur wanita-wanita yang menangisinya
  9. Yesus jatuh untuk ketiga kalinya
  10. Pakaian Yesus ditanggalkan
  11. Yesus disalibkan
  12. Yesus mati di salib
  13. Yesus diturunkan dari salib
  14. Yesus dimakamkan


Sejarah dan Asal Mula Jalan Salib

Umat Kristen abad pertama sangat menghormati tempat-tempat yang berhubungan dengan kehidupan, karya, dan kematian Yesus. Di tempat-tempat yang suci itu didirikan kapel/gereja ataupun diletakkan batu khusus. Berdasarkan sebuah tulisan kuno dari Siria (abad V), Bunda Maria sendiri mengunjungi tempat-tempat itu.

Umat Kristen tinggal di kota Yerusalem hingga kira-kira tahun 70M. Menjelang serangan tentara Romawi terhadap bangsa Yahudi, mereka melarikan diri. Akibat serangan Roma, hancurlah Yerusalem serta Bait Sucinya. Serangan kedua, yang lebih dahsyat dilancarkan oleh Roma pada tahun 135M. Di atas puing-puing Yerusalem lama, Roma mendirikan sebuah kota baru dan beberapa kuil untuk dewa-dewi mereka.
Sesudahnya, semua orang Yahudi diusir dari Yerusalem dan dilarang berdiam di sana lagi. Dengan sendirinya semua orang Yahudi yang beriman Kristen terpaksa meninggalkan kota itu. Mereka mengungsi ke berbagai negara tetangga.

Nasib semua orang Kristen menjadi lebih baik pada awal abad IV setelah Konstantinus menjadi Kaisar Roma. Ia penguasa Romawi pertama yang berani mendukung umat Kristen. Ia memerintahkan bawahannya untuk mendirikan gereja yang indah di tempat Yesus pernah disalibkan dan dimakamkan. Gereja itu dikonsekrasikan pada tahun 335M dan dipandang sebagai gereja terindah di bumi zaman itu.

Tidak lama sesudahnya, kota Yerusalem dan tempat-tempat yang dikuduskan oleh Yesus, Maria (Bunda Yesus), dan para rasul mulai diziarahi oleh umat Kristen. Pada hari Kamis Putih, para peziarah dan umat Kristen yang tinggal di Yerusalem berkumpul di Taman Zaitun. Kemudian, mereka secara bersama-sama mengenang sengsara Yesus dengan menyusuri jalan dari Taman Getsemani hingga Bukit Golgota. Inilah catatan pertama tentang awal devosi yang kini dikenal sebagai Jalan Salib.

Rabu, 09 Maret 2011

RABU ABU

Asal Mula Perayaan dan Penggunaan Abu


Penggunaan abu dalam liturgi berasal dari jaman Perjanjian Lama. Abu melambangkan perkabungan, ketidakabadian, dan sesal / tobat. Sebagai contoh, dalam Buku Ester, Mordekhai mengenakan kain kabung dan abu ketika ia mendengar perintah Raja Ahasyweros (485-464 SM) dari Persia untuk membunuh semua orang Yahudi dalam kerajaan Persia (Est 4:1). Ayub (yang kisahnya ditulis antara abad ketujuh dan abad kelima SM) menyatakan sesalnya dengan duduk dalam debu dan abu (Ayb 42:6). Dalam nubuatnya tentang penawanan Yerusalem ke Babel, Daniel (sekitar 550 SM) menulis, “Lalu aku mengarahkan mukaku kepada Tuhan Allah untuk berdoa dan bermohon, sambil berpuasa dan mengenakan kain kabung serta abu.” (Dan 9:3). Dalam abad kelima SM, sesudah Yunus menyerukan agar orang berbalik kepada Tuhan dan bertobat, kota Niniwe memaklumkan puasa dan mengenakan kain kabung, dan raja menyelubungi diri dengan kain kabung lalu duduk di atas abu (Yun 3:5-6). Contoh-contoh dari Perjanjian Lama di atas merupakan bukti atas praktek penggunaan abu dan pengertian umum akan makna yang dilambangkannya.

Yesus Sendiri juga menyinggung soal penggunaan abu: kepada kota-kota yang menolak untuk bertobat dari dosa-dosa mereka meskipun mereka telah menyaksikan mukjizat-mukjizat dan mendengar kabar gembira, Kristus berkata, “Seandainya mukjizat-mukjizat yang telah terjadi di tengah-tengahmu terjadi di Tirus dan Sidon, maka sudah lama orang-orang di situ bertobat dengan memakai pakaian kabung dan abu.” (Mat 11:21)

Gereja Perdana mewariskan penggunaan abu untuk alasan simbolik yang sama. Dalam bukunya “De Poenitentia”, Tertulianus (sekitar 160-220) menulis bahwa pendosa yang bertobat haruslah “hidup tanpa bersenang-senang dengan mengenakan kain kabung dan abu.” Eusebius (260-340), sejarahwan Gereja perdana yang terkenal, menceritakan dalam bukunya “Sejarah Gereja” bagaimana seorang murtad bernama Natalis datang kepada Paus Zephyrinus dengan mengenakan kain kabung dan abu untuk memohon pengampunan. Juga, dalam masa yang sama, bagi mereka yang diwajibkan untuk menyatakan tobat di hadapan umum, imam akan mengenakan abu ke kepala mereka setelah pengakuan.

Selasa, 08 Maret 2011

Download Menu Ms-Office 2003 - 2007

Maaf untuk posting berikut berada di luar bahan atau materi atau bidang Katekese, tapi bersangkutan sengan salah satu tugas sosial yang sedang saya jalankan di Komunitas Pelita Karmel.

Atas permintaan dan kebutuhan teman-teman dari Kursus Keterampilan Gratis di Komunitas Pelita Karmel di Bulungan, Blok M, Jakarta Selatan, pada hari Sabtu kemarin, agar dapat mengetahui menu-menu advance di Ms-Office 2007 berdasarkan Menu dan Sub-Menu pada Ms-Office 2003, maka berikut saya berikan link agar dapat mengunduh (download) Pengaturan Menu Office-2003-2007.

  • Menemukan Menu dan Sub-Menu Microsoft Office Word 2003 pada Microsoft Office Word 2007 dapat didownload di berikut : SILAKAN KLIK DI SINI.
  • Menemukan Menu dan Sub-Menu Microsoft Office Excel 2003 pada Microsoft Office Excel 2007 dapat didownload di berikut : SILAKAN KLIK DI SINI.
  • Menemukan Menu dan Sub-Menu Microsoft Office Powerpoint 2003 pada Microsoft Office Powerpoint 2007 dapat didownload di berikut : SILAKAN KLIK DI SINI.
  • Menemukan Menu dan Sub-Menu Microsoft Office Acces 2003 pada Microsoft Office Acces 2007 dapat didownload di berikut : SILAKAN KLIK DI SINI.
Atau cara paling mudah adalah menginstall UBITMENU, untuk menampilkan menu MS-Office 2003 di MS-Office 2007. File instalasi dapat di download di link berikut : SILAKAN KLIK UNTUK DOWNLOAD UBIT MENU.

Semoga bermanfaat bagi perkembangan keterampilan Anda.

Senin, 07 Maret 2011

PETUNJUK UMUM BAGI UMAT KATOLIK SELAMA MASA PRAPASKAH

(Dapat dipergunakan sebagai Bahan Tambahan Katekese atau dapat dijadikan petunjuk praktis dalammempersiapkan Prapaskah bagi para pemimpin komunitas/lingkungan).


Masa Prapaskah dimulai dengan perayaan Rabu Abu di Gereja. Dengan menerima abu, setiap umat beriman diingatkan untuk kembali kepada Tuhan. “Kamu berasal dari abu dan akan kembali menjadi abu.” (Kej 2:7). Forma inimengingatkan kita akan kematian dan/atau kedatangan Tuhan yang dapat terjadi sewaktu-waktu seumpama pencuri di waktu malam, oleh karena itu diperlukan sikap berjaga-jaga dan bertobat: “Bertobatlah dan percayalah pada Injil.” Abu merupakan tanda yang mengingatkan kepada kita bahwa kita berasal dari debu tanah dan akan kembali ke abu/ debu tanah. Kita ketahui bahwa manusia pertama diciptakan Allah dari debu tanah dan semua manusia akan meninggal, dan tubuhnya akan kembali terurai menjadi debu tanah. Pada saat kita menerima tanda salib dari abu di dahi kita pada hari Rabu Abu, kita diingatkan bahwa suatu saat nanti kita akan kembali ke tanah, yaitu bahwa hidup kita di dunia ini adalah sementara. Maka kita diajak untuk mengarahkan hati kepada Allah yang menciptakan kita, sebab Dia berada di atas kita dan segala kesenangan dunia sifatnya sementara.

Masa Prapaskah mempunyai dua ciri khas yaitu mengenangkan atau mempersiapkan pembaptisan dan membina pertobatan. Warna Liturgi secara Umum adalah Ungu: lambang pertobatan, kecuali Tri Hari Suci atau Perayaan Wajib Selama Masa Prapaskah.

Pada tahun 2011 ini, Hari Rabu Abu diperingati pada tanggal 9 Maret 2011, di setiap Gereja Katolik akan dilaksanakan Ekaristi Rabu Abu beberapa kali untuk menerimakan abu kepada Umat. Masa Prapaskah akan dilaksanakan selama 40 hari (di luar hari Minggu, yang dipandang sebagai Hari Tuhan) mulai tanggal 9 Maret 2011 sampai dengan Hari Sabtu Vigili tgl. 23 April 2011.
Angka 40 (hari) diperoleh dari beberapa referensi dari Alkitab, yaitu: hujan selama 40 hari pada jaman Nabi Nuh sebelum Tuhan membuat perjanjian pada keluarga Nuh dan keturunannya (Kej 7:4); selama 40 hari Musa berada di puncak gunung Sinai sebelum menerima kesepuluh perintah Allah yang menjadi tanda Perjanjian Lama dengan umat Israel (Kel 24:18); perjalanan bangsa Israel menuju Tanah Terjanji selama 40 tahun (Bil 14:33). Kesemuanya menandai masa pertobatan menuju suatu ‘kelahiran’ baru. Dalam Injil kitapun membaca bagaimana Yesus berpuasa 40 hari sebelum memulai pelayanan-Nya memberitakan kabar keselamatan (Mat 4:1-2; Mrk 1:12-13; Luk 4:1-2).

St. Leo (461) adalah Bapa Gereja yang menyatakan bahwa tradisi berpuasa selama 40 hari ini merupakan tradisi dari para rasul dan ahli sejarah Socrates (433) dan St. Hieronimus Agung (420) juga mengatakan hal serupa.

Selasa, 01 Maret 2011

Surat Gembala Prapaskah 2011 Uskup Agung Jakarta

"MARI BERBAGI - MENUJU PERWUJUDAN DIRI SEJATI"


Saudara-saudari Umat katolik Keuskupan Agung Jakarta yang terkasih,

1. Bersama-sama dengan seluruh Gereja, pada hari Rabu yang akan datang kita memasuki masa Prapaskah. Secara khusus, selama masa Prapaskah kita diajak untuk menyiapkan diri agar pada hari Paskah, kita dapat mengalami secara baru, rahmat keselamatan yang dianugerahkan oleh Allah pada waktu kita dibaptis. Peziarahan rohani ini akan menjadi semakin bermakna kalau ditanda dengan doa yang tekun dan karya-karya kasih yang tulus. Dengan demikian kita; dapat memetik buah-buah penebusan yang menjadi nyata dalam hidup dari yang dianugerahkan oleh Allah kepada kita. Dengan menerima hidup baru itu kita semakin mempunyai "pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalan Kristus Yesus" (Flp 2:5), semakin mencapai "kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus" (Ef 4:13). Dengai demikian, Prapaskah adalah masa penuh rahmat ketika kita bersama-sama dengan seluruh Gereja, mengayunkan langkah-langkah kita semakin mantap dalam mengikuti Yesus Kristus. Untuk kepentingan ini, sudah disediakan sarana-sarana pembantu antara lain berupa buku yang berjudul "Retret Agung Umat - Mari Berbagi. Perjalanan Rohani Menanti Kebangkitan"

2. Masa Prapaskah tahun ini kita jalani ketika Gereja Katolik Indonesia mensyukuri Ulang Tahun ke-50 terbentuknya Hirarki, tepatnya pada tanggal 3 hari yang lalu. Limapuluh tahun yang lalu, Pimpinan Gereja Katolik mutuskan untuk mendirikan Hirarki Gereja Katolik Indonesia karena yakin Bahwa Gereja Katolik Indonesia memiliki kemampuan berkembang menjadi gereja yang dewasa, dengan berbagai kekayaan artinya. Salah satunya adalah kemampuan untuk berkembang menjadi Gereja yang merupakan bagian tak pisahkan dari masyarakat dan bangsa Indonesia dengan segala kegembiraan dan harapan serta keprihatinan dan kecemasannya. Sementara itu Keuskupan Agung Jakarta, keuskupan kita, sedang menegaskan kembali cita-cita yang dirumuskan dalam Arah Dasar Pastoral Keuskupan Agung Jakarta, yaitu untuk terus berusaha meneguhkan iman kepada Yesus Kristus, membangun persaudaraan sejati dan terlibat dalam pelayanan kasih. Sejalan dengan cita-cita , dan mempertimbangkan kenyataan hidup di negara kita pada umumnya dan wilayah Keuskupan Agung Jakarta pada khususnya, ditetapkanlah tema Aksi asa Pembangunan "Mari Berbagi". Yang menjadi pertanyaan sekaligus bahan renungan ialah, bagaimana gagasan-gagasan itu, dalam terang Sabda Tuhan yang kita dengarkan pada hari ini, bisa menjadi bekal bagi kita untuk menjadikan masa Prapaskah ini penuh dengan berkat.