Putri Elizabeth yang lahir di Bratislava pada tahun 1207 bukan hanya berwajah manis lembut, melainkan juga berhati manis lembut. Ia murah hati dan suka memberi. Bahkan menurut suaminya, yaitu pangeran Ludwig, putri Elizabeth terlalu bermurah hati. Mereka tinggal di puri Wartburg dan putri Elizabeth sering merasa prihatin dengan kehidupan keluarga para petani miskin di desa dekat puri itu. Walaupun dilarang oleh suaminya, putri Elizabeth secara sembunyi-sembunyi sering membawa roti dalam keranjang yang ditutupi mantel untuk dibagi di desa.
Tetapi pada suatu hari, menurut legenda, putri Elizabeth dipergoki pangeran Ludwig di tengah jalan. "apa yang kamu bawa dalam keranjang itu?" bentak pangeran Ludwig. Putri Elizabeth terkejut ketakutan.
Langsung ia bertelut di tanah. Dengan tangan gemetar ia memegangi mantelnya menutup keranjang itu. "Apa isi keranjang itu?" bentak Ludwig sekali lagi. Tiba-tiba putri Elizabeth mendapat akal untuk berbohong.
Dengan suara bergetar ia menjawab lirih, "Bunga mawar, pangeranku."Pangeran Ludwig tahu bahwa sebetulnya keranjang itu berisi roti. Maka dengan geram dihunusnya pedang, lalu dengan ujung pedang itu ia menyingkap mantel yang menutupi keranjang. Keranjang itu pun langsung terbuka. Apa isinya ? Sekuntum bunga mawar merah yang segar dan indah.
Ajaib, roti dalam keranjang itu telah berubah menjadi mawar merah.
Dongeng itu dibuat untuk mengabadikan kebaikan hati putri Elizabeth dan diceritakan turun temurun untuk membawa pesan: cinta kasih bisa menimbulkan keajaiban, bahkan cinta kasih itu sendiri adalah keajaiban.
Keajaiban pertama adalah kenyataan bahwa memberi dengan cinta kasih lebih banyak terjadi di antara orang miskin. Bukan hal yang mengejutkan bahwa banyak orang justru menjadi kikir ketika menjadi kaya. Memberi dari kekurangan adalah luapan hati. Bukankah itu suatu keajaiban bahwa orang bisa memberi walaupun ia sendiri kekurangan ? ibu Theresa pernah memberi sekantong beras kepada seorang petani beragama Hindu yang miskin sekali di pinggir kota Kalkuta. Ibu Theresa heran melihat bahwa tidak lama kemudian petani itu membawa separuh dari kantong itu ke luar rumah. Apa yang dilakukannya ? Ternyata petani Hindu itu memberi sebagian dari berasnya kepada seorang petani Muslim yang lebih miskin lagi. Bukankah adegan ini memperlihatkan keajaiban kasih: Ibu Theresa, misionari yang hidup miskin, bisa membagi sebagian dari berasnya kepada petani Hindu yang lebih miskin, lalu orang itu membagi lagi beras itu kepada petani Muslim yang lebih miskin lagi.
Keajaiban lain adalah memberi dengan cinta kasih bisa menjadikan orang merasa bahagia. Siapa yang jadi bahagia ? Bukan hanya orang yang menerima, tetapi terutama yang memberi. Barangsiapa pernah mempunyai pengalaman memberi dari kekurangannya sebagai tanda kasih, ia mengalami bahwa justru dialah yang merasa berbahagia. Pada saat itu ia mengerti ucapan Tuhan Yesus, "Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima" (Kis. 20:35).
Sebuah pemberian yang keluar sebagai ungkapan pelayanan kasih bisa menimbulkan keajaiban. Sepotong roti keriput bisa menimbulkan senyum. Sepotong roti keras bisa menimbulkan kegembiraan. Sepotong roti kecil bisa menimbulkan pengharapan. Sepotong roti kering bisa menimbulkan titik-titik air mata. Air mata haru orang yang menerima dan air mata bahagia orang yang memberi. Bukankah itu ajaib ?
Sebab itu dalam puisi tentang kasih di 1 Korintus 13, Rasul Paulus bagaikan bernyanyi menyebutkan pelbagai keajaiban bahasa kasih. Kasih itu lembah lembut, sabar sederhana. Kasih itu murah hati, rela menderita ...
Pada akhir tulisan itu Paulus membuat kesimpulan tentang kasih : "Demikianlah tinggal ketiga hal itu, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar diantaranya ialah kasih" (1Kor. 13:13). "Yang paling besar" adalah terjemahan kata Yunani meizoon yang berarti paling dasyat, paling luhur, paling agung atau paling ajaib. Jadi ayat itu bisa diterjemahkan menjadi : yang paling ajaib adalah kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar