Bahasa Ibraninya Cemburu adalah qin’a. Kata itu aslinya ialah menyala, kemudian berarti warna merah yang kelihatan pada wajah seseorang yang diliputi perasaan membara, lalu perasaan tidak senang terhadap seseorang yang memiliki sesuatu, yang tidak dimiliki sendiri. Kata itulah yang dikenakan pada sikap Rahel terhadap kakaknya. Ketika dilihat Rahel bahwa ia tidak melahirkan anak bagi Yakub, ceburulah ia kepada kakaknya itu, lalu berkata kepada Yakub, "Berikanlah kepadaku anak; kalau tidak, aku akan mati." (Kej. 30: 1). Rahel cemburu terhadap Lea yang dikaruniai banyak anak, sedangkan dirinya belum mendapatkan seorangpun. Kecemburuan ini disebabkan karena dirinya tidak memiliki apa yang dimiliki oleh orang lain. Tetapi ketika anak-anak Rahel yakni Yusuf dan Benyamin disayangi Yakub, maka pada gilirannya anak-anak Lea cemburu kepada Yusuf si tukang mimpi itu, sehingga sampai hati menjual kepada orang asing (Kej. 37: 12 – 36). Kecemburuan sungguh mempunyai efek yang luar biasa.
Ada sebuah kisah rekaan tentang rasa cemburu yang mungkin bisa untuk kita renungkan. Diceriterakan dua orang ibu pedagang sembako (Sembilan bahan pokok) yang warungnya berhadapan. Tetapi amat disayangkan bahwa mereka berdua memiliki rasa saling cemburu satu dengan lainnya. Pada suatu hari, datanglah seorang malaikat untuk memberikan sesuatu kepada salah satu ibu. Katanya, pada suatu kali kepada seorang ibu, “Ibu, saya akan memberikan kepada ibu sesuatu. Jika saya memberi ibu satu rumah baru, maka ibu di seberang jalan itu akan saya beri dua rumah baru. Jika Saya membuat warung ibu laris dua kali lipat, maka ibu di seberang ibu akan mendapatkan laba empat kali lipat. Sekarang ibu minta apa dari padaku?” Ibu itu berpikir sejenak, kemudian berkata, “Malaikat yang baik, saya minta butakan mataku sebelah kiri saja, supaya ibu di seberang jalan tersebut matanya buta dua-duanya.” Orang mau menderita – asal – orang yang dicemburui itu lebih menderita. Cerita rekaan tadi merupakan kecemburuan karena kepemilikan yang kurang. Orang menjadi puas, jika dirinya sudah berkelebihan dan orang lain yang adalah “saingannya” berada di bawahnya. Orang yang memiliki rasa cemburu kepemilikan, senantiasa berusaha menjadi “orang yang lebih”. Perasaan ini yang membuat dirinya tidak tenang dan tidak merasa berdamai dan dia terus-menerus berusaha hidup dalam situasi yang tidak nyata.
Yang paling sering terjadi adalah cemburu dalam dunia percintaan. Bahkan dikatakan dalam sebuah kelakar bahwa “cemburu adalah bumbu cinta.” John is jealous when he sees his girl joking around with another guy. (Si Joni cemburu melihat pacarnya bercanda dengan cowok lain). Rasa cemburu yang terjadi dalam percintaan, ada kecenderungan bahwa pihak yang satu ingin memiliki yang lain. Maka tidak mengherankan jika kadangkala ada pertumpahan darah dalam percintaan hanya karena cemburu. Drama tregedi berjudul “Othelo” karangan William Shakespeare (1564-1616) hendak memperlihatkan kepada kita betapa dahsyatnya cemburu itu. Wajah Othello menjadi menyala ketika melihat Desdemona, istrinya sedang bercakap-cakap dengan Cassio. Othelo cemburu karena disulut oleh Iago, yang provokasinya berhasil dengan baik. Cassio dilukiskan sebagai letnan yang tampan, handsome, simpatik sedangkan Othello orang Moor yang wajahnya - maaf - jelek dan cenderung menakutkan. Rasa cemburu yang tidak beralasan itu mencapai klimaksnya pada kematian istrinya di ranjang, yang yang dibunuh oleh Othello, dengan menutup hidungnya dengan bantal sampai tidak bernafas lagi. Kecemburuan dalam percintaan yang juga menghebohkan terjadi dalam diri Achilles dan Agamemnon karena merebutkan seorang budak bernama Bereas (Bdk. “Illiad” – tulisan Homerus – yang hidup ± 8 Seb. M). Cemburu bisa juga terjadi tatkala orang masih kecil dan bertumbuh menjadi dewasa. “Bibit” kecemburuan itu ditanam oleh orang tua serta leluhurnya, dan ini memicu perang saudara yang besar yakni dalam kisah Mahabaratha.
Ada lagi kisah tentang cemburu berkenaan tentang persaingan yang pada akhirnya malah mematikan dirinya sendiri. Dikisahkan bahwa di kota Athena ada seorang juara lari dalam olimpiade. Maka, sang juara tersebut dimahkotai dan diarak sekeliling kota. Bahkan tidak tangung-tanggung, persis di perempatan jalan, didirikanlah sebuah patung besar dari beton untuk menghormati dirinya. Tentu saja, patung monumental tersebut semakin membuat cemburu saingannya. Si Pencemburu, dengan maksud yang jelek ingin merobohkan patung tersebut. Maka – setiap malam – ketika orang-orang di alam mimpi, dirinya mendatangi patung tersebut untuk merobohkannya. Sedikit demi sedikit, ia mencoba untuk melobangi beton tersebut. Tidak terasa, apa yang dilobangi tersebut semakin menganga dan tumbanglah patung itu hingga menimpa orang yang cemburu itu. Tak dapat disangkal, orang itu akhirnya mati konyol.
Rasa cemburu tidak hanya menyangkut hal-hal duniawi (percintaan, kekayaan, persaingan dan ketrampilan), namun juga bagi mereka yang bekerja dalam ranah religius. Karya pastoral yang telah dibuat oleh seorang pastor dan sukses bisa menimbulkan rasa cemburu bagi pastor lain. Istilah dalam bahasa Latin adalah invinida clericalis. Tentu saja, kecemburan dalam bidang pastoral ini membuat bingung umat yang dilayani dan terkadang membuat umat jadi terpecah belah (Bdk. 1 Kor 1:12 dan 3:4). Selain itu kita juga memiliki Allah yang pencemburu (Kel. 34: 14), sebab Dia mempertahankan hak-Nya sebagai Satu-satunya yang boleh disembah dan Dia tidak akan memberikan kemuliaan-Nya kepada orang lain (Yes 42: 8). Sifat cemburu Allah itu membuat kita semakin mencintai-Nya dan tidak menduakan-Nya.
Rasa cemburu adalah pengalaman yang amat nyata karena kita sering mengalaminya sendiri. Melihat orang lain lebih maju, kita cemburu. Akibatnya, jantung berdetak tidak teratur serta membuat hidup tidak tenang. Ada seorang istri yang cemburu dengan Surat Kabar. Karena setiap pagi, sembari minum kopi sang suami yang pertama-tama pegang adalah Surat Kabar. Istrinya tidak hanya cemburu, tetapi marah juga kepada kertas yang diberi nama Surat Kabar tersebut. Akhirnya, sebelum dibaca oleh sang suami, Surat Kabar tersebut sempat diremas-remas karena gemasnya. Ah, ada-ada saja!!
Artikel asli ditulis oleh Ps. Markus Marlon MSC dalam “Percikan Hati”, 30 Mei 2011; Didapat dari Email.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar