Konsili Vatikan II menetapkan bahwa “Upacara dan rumus untuk Sakramen Tobat hendaknya ditinjau kembali sedemikian rupa, sehingga hakekat dan buah sakramen terungkap secara lebih jelas” (Sacrosanctum Concilium, no. 72). Oleh karena itu, Kongregasi untuk Ibadat menerbitkan Ritus Sakramen Tobat pada tahun 1973. Ritus yang baru ini menambahkan pilihan doa-doa, menyediakan bacaan dari Kitab Suci serta memperkenalkan “pelayanan-pelayanan Sakramen Tobat” dengan pengakuan pribadi. Namun demikian, ketentuan tersebut menetapkan, “bagi para imam, dan khususnya para imam paroki dalam melayani individual maupun komunitas, hendaknya menyesuaikan ritus dengan kondisi konkrit peniten (no. 40)”. Sebab itu, pada hari Sabtu sore dengan antrian peniten menunggu giliran mengaku dosa, imam paroki dapat menggunakan ritus yang lebih “efisien”, yang mencakup format tradisional yang biasa dipergunakan dalam pengakuan.
PEMERIKSAAN BATIN
Pengakuan dosa dalam Penerimaan Sakramen Tobat haruslah dimulai dengan pemeriksaan batin. Selalu mulai dengan mengingat. Pikirkan orang-orang yang ada di sekitar kita. Mungkin diawali dengan keluarga. Kemudian yang lainnya juga: sanak saudara, tetangga, rekan sekerja, teman sekolah, orang yang kita potong jalannya di jalan raya minggu lalu, dan sebagainya, dan sebagainya. Pikirkan tentang kejadian-kejadian baru-baru ini dalam hidup kita yang melibatkan orang-orang tersebut. Pengaruh apakah yang kita berikan kepada mereka? Apakah yang telah kita lakukan sehingga menyakiti mereka? Juga, apakah yang seharusnya kita lakukan, tetapi tidak kita lakukan? Adakah seseorang yang membutuhkan pertolongan dan kita tidak menawarkan pertolongan?
Sekarang tarik mundur ingatan agak sedikit jauh ke belakang. Kemungkinan kita tidak melakukan suatu dosa besar atau “dosa berat”, tetapi adakah dosa-dosa yang merupakan kebiasaan, yang kita lakukan dan lakukan lagi. Setetes air hujan mungkin tidak berarti, tetapi jika tetesan-tetesan itu ditampung untuk jangka waktu yang lama, maka tetesan hujan itu dapat mengakibatkan banjir! Suatu ejekan, yang kecil dan sepele - jika diulang dan diulang- dapat menjadi gunung kebencian.
Pada umumnya kita lupa akan sebagian besar perkara yang kita lakukan. Oleh karena itulah suatu sarana sederhana diperlukan untuk membantu. Sarana itu disebut “Pemeriksaan Batin” yaitu suatu daftar pertanyaan untuk diajukan kepada diri sendiri sebelum kita mengaku dosa. Suara Batin atau Hati Nurani adalah kesadaran moral atau etik atas kelakuan kita dengan dorongan untuk memilih yang baik dari yang jahat. Suara batin haruslah dibentuk dalam terang Sabda Allah, yaitu melalui Gereja.
Dengan dasar pemikiran di atas, orang mulai dengan pemeriksaan batin yang baik. Kita patut hidup sesuai pola hidup yang Tuhan nyatakan tentang bagaimana kita harus hidup. Sebagai contoh, kita meluangkan waktu untuk merefleksikan Sepuluh Perintah Allah, Sabda Bahagia, Perintah Gereja, Kebajikan Pokok (kebijaksanaan, keadilan, keberanian dan penguasaan diri), dan Tujuh Dosa Pokok (sombong, cabul, serakah, marah, rakus, iri hati, malas).
Pemeriksaan Batin adalah bagaikan berhenti melangkah dan menengok gambaran hidup kita serta memperbandingkannya dengan pola hidup yang dikehendaki Tuhan. Ingatkah ketika kita masih kanak-kanak, kita biasa menjiplak gambar. Menjiplak membantu kita untuk belajar menggambar. Kita mengambil selembar kertas kosong, menempatkannya di atas gambar asli, dan menerawangkannya dekat jendela atau cahaya. Terang memungkinkan kita untuk menjiplak gambar asli ke dalam kertas kosong kita. Dari waktu ke waktu, kita perlu berhenti dan melihat kalau-kalau kertas kita telah bergeser dan melenceng dari gambar aslinya, atau kalau-kalau goresan kita telah menyimpang dari gambar aslinya.
Demikian pula halnya dengan hidup kita, kita melewatkan hidup sesuai dengan pola hidup yang ditetapkan Tuhan. Dalam pemeriksaan batin, kita menengok ke belakang dan dengan jujur menilai bagaimana kita telah berusaha hidup sesuai pola yang ditetapkan Tuhan dan tinggal dalam batas-batas tersebut. Kita merefleksikan kemajuan yang telah kita capai sejak pengakuan dosa kita yang terakhir berkenaan dengan kelemahan-kelemahan, pelanggaran-pelanggaran, pencobaan-pencobaan, dan dosa-dosa di masa lalu. Besar harapan, kita mendapati kemajuan dalam hidup rohani kita. Namun demikian, ketika kita melenceng atau menyimpang dari batasan-batasan Tuhan, kita berdosa - bukan hanya dengan perbuatan, tetapi juga dengan kelalaian. Patutlah kita mengenali dosa-dosa ringan - dosa-dosa ringan ini melemahkan persahabatan kita dengan Tuhan - dari dosa-dosa berat - dosa-dosa yang memutuskan persahabatan kita dengan Tuhan dan “membunuh” rahmat pengudusan yang ada dalam jiwa kita. Kita ingat akan sabda Yesus, “barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak; tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah.” (Yoh 3:20-21).
Dengan pemeriksaan batin, kita bertobat atas dosa-dosa kita. Kita menyesali dosa karena kita takut akan api neraka dan kehilangan surga; kita takut akan hukuman Allah yang adil, tetapi terutama kita menyesal karena dosa-dosa kita telah menghina Tuhan yang selayaknya kita kasihi lebih dari segala sesuatu. Kasih kepada Tuhan menggerakkan kita untuk bertobat atas dosa dan mohon didamaikan kembali. Segenap para kudus yang mengaguman itu melakukan pemeriksaan batin secara teratur dan memanfaatkan Sakramen Tobat sesering mungkin. (Bahkan Bapa Suci kita, Paus Yohanes Paulus II, mengakukan dosa-dosanya seminggu sekali, demikian pula Beata Teresa dari Calcutta). Orang mungkin bertanya, “Mengapa? Dosa-dosa apakah yang mungkin dilakukan oleh orang-orang kudus ini?” Mereka mengasihi Tuhan begitu dalam hingga bahkan kelalaian ataupun pelanggaran terkecil sekalipun menggerakkan mereka untuk mengaku dosa. Mereka tidak menghendaki bahkan dosa teremeh sekalipun memisahkan mereka dari kasih Tuhan. Demi kasih kepada Tuhan, kita pun juga menyesali dosa-dosa kita.
Sesal atas dosa menggerakkan kita untuk bertekad sebulat hati untuk tidak berbuat dosa lagi. Mungkin kita akan jatuh ke dalam dosa lagi, tetapi kita berusaha untuk tidak melakukannya. Kita tidak berencana meninggalkan kamar pengakuan dan melakukan dosa-dosa yang sama.
Pelaksanaan Sakramen Pengakuan dapat berbeda dari tempat yang satu dengan tempat yang lain. Di beberapa tempat, pengakuan dilaksanakan dalam Kamar Pengakuan. Di tempat lainnya, dibuat suatu tempat pengakuan khusus. Kita boleh berlutut di balik sekat atau boleh juga berlutut berhadapan muka dengan imam. Secara pribadi, saya lebih menyukai posisi berlutut menghadap imam, sebab imam berada di sana untuk menjadi penasehatmu. Jika ia dapat melihat ke dalam matamu, ia dapat mempunyai gambaran yang lebih baik bagaimana menasehatimu. Imam tidak berada di sana untuk memarahi atau menghakimi. Imam juga seorang yang berdosa seperti semua orang lain. Imam harus mengaku dosa juga!
Kemudian, kita mengakukan dosa-dosa kita. Kita masuk ke dalam kamar pengakuan. Terkadang, dalam kamar pengakuan terdapat sekat antara peniten dan imam, tetapi terkadang juga peniten langsung berhadapan muka dengan imam. Entah kita berhadapan langsung dengan imam atau tidak, ingatlah senantiasa bahwa apapun yang dikatakan selama pengakuan disimpan rapat oleh imam sebagai rahasia.
Tata cara Sakramen Pengakuan dapat berbeda-beda, tetapi biasanya imam akan memberikan sambutan. Mungkin imam akan berbincang sejenak, atau memulai dengan sebuah doa. Terkadang imam membacakan suatu perikop dari Kitab Suci tentang belas kasih Tuhan. Sungguh, kita tidak perlu khawatir tentang rumusan-rumusan atau doa-doa tertentu. Memang mungkin ada suatu rumusan standard di paroki kita, tetapi yang terbaik adalah menjadikan segala sesuatunya praktis. Sebaiknya kita merasa santai dan mengatakan kepada imam sudah berapa lamakah sejak pengakuan kita yang terakhir, atau menjawab pertanyaan yang mungkin diajukan oleh imam.
Yang terpenting adalah meminta pertolongan. Jika kita terbiasa tanpa pikir panjang mengucapkan suatu daftar panjang tentang hal-hal yang sama, mungkin kita dapat mencoba untuk berkonsentrasi pada beberapa di antaranya, daripada menyebutkan semua yang biasa kita katakan. Imam mungkin akan meminta keterangan lebih lanjut, tetapi hal itu hanya dimaksudkan agar ia dapat memberikan nasehat yang terbaik bagi kita. Hal utama yang perlu diingat adalah bahwa pengakuan itu sifatnya pribadi dan hanya dimaksudkan untuk menolong kita. Kita berada di sana untuk didamaikan kembali dengan Tuhan. Pastilah Tuhan merindukan untuk bersahabat kembali dengan kita!
Ingatlah juga bahwa kita mengakukan dosa kita kepada imam karena tiga alasan pokok: Pertama, Kristus Sendiri yang menetapkan sakramen ini, dan imam memiliki wewenang yang diberikan kepada para rasul, melalui tahbisan yang diterimanya, untuk mengampuni dosa atas nama Tuhan. Pada malam kebangkitan-Nya, Yesus bersabda, “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.” (Yoh 20:22-23). Imam adalah pelayan sakramen yang bertindak atas nama pribadi Kristus. Jika pengakuan dosa bukan sakramen yang ditetapkan oleh Kristus yang mendatangkan rahmat, sayalah orang pertama yang akan mengatakan, “Pergilah menemui penasehatmu. Hubungi Dr. Ini atau Itu.” Sebaliknya, justru karena Kristus yang memberikan sakramen pengampunan ini kepada Gereja, saya menyampaikan dalam homili, “Pergilah mengaku dosa.”
Kedua, seorang imam adalah seorang bapa rohani. Sama seperti kita datang kepada seorang dokter ketika jasmani kita sakit agar disembuhkan, demikian pula kita datang kepada seorang imam ketika jiwa kita sakit dan perlu disembuhkan. Lebih jauh tentang analogi imam-dokter, sama seperti orang merasa berdebar ketika mengunjungi seorang dokter atau mungkin gelisah akan penyakit yang mungkin ditemukan atau divoniskan oleh dokter, tetapi orang tersebut tetap datang sebab ia tahu bahwa perawatan dokter akan menjadikan kesehatannya lebih baik; demikian juga halnya dengan pengobatan rohani yang ditawarkan oleh seorang imam.
Ketiga, imam mewakili Gereja dan orang kepada siapa kita berbuat dosa. Di masa-masa awal Gereja, orang mengakukan dosa-dosanya secara umum pada awal perayaan Misa dan mendapatkan absolusi. Sungguh melegakan, pada abad-abad sekarang kita mempunyai pengakuan dosa secara pribadi.
Kita memulai dengan membuat Tanda Salib dan mengatakan, “Berkatilah aku ya Bapa, sebab aku telah berdosa.” Atau, orang biasa memulai dengan, “Dalam nama Bapa.…” Kemudian kita menyatakan kapan terakhir kali kita mengakukan dosa-dosa kita: “Bapa, pengakuan saya yang terakhir … yang lalu.”
Kemudian, kita mengakukan dosa-dosa kita. Kita harus spesifik. Terkadang orang mengatakan, “Saya melanggar perintah keenam,” yang meliputi semuanya mulai dari pikiran yang tak pantas hingga pemerkosaan dan perzinahan. Kita tidak harus menceritakannya secara terperinci, melainkan intinya agar imam dapat menolong. Kita juga perlu menyebutkan jumlah - melalaikan Misa satu kali berbeda dari beberapa kali, yang juga berbeda dari setiap kali. Setelah selesai mengakukan dosa-dosa kita, kita menyatakan, “Saya menyesal atas semua dosa saya dan dengan hormat saya mohon pengampunan dan penitensi yang berguna bagi saya.” Lalu, imam dapat mulai memberikan nasehat kepada kita. Imam juga memberikan penitensi guna pulihnya luka akibat dosa dan guna memperkuat jiwa kita dalam menghadapi pencobaan di masa mendatang. Kemudian imam meminta kita untuk menyatakan tobat, yang biasanya adalah Doa Tobat: “Allah yang Maharahim, aku menyesal atas dosa-dosaku, sebab patut aku Engkau hukum, terutama sebab aku telah menghina Engkau yang Mahamurah dan Mahabaik bagiku. Aku benci akan segala dosaku dan berjanji dengan pertolongan rahmat-Mu hendak memperbaiki hidupku dan tidak akan berbuat dosa lagi. Ya Allah, kasihanilah aku, orang yang berdosa ini. Amin.”
Terakhir, imam menyampaikan absolusi. Renungkanlah kata-kata indah ini: “Allah, Bapa yang Mahamurah telah mendamaikan dunia dengan DiriNya dalam wafat dan kebangkitan Putranya. Ia telah mencurahkan Roh Kudus demi pengampunan dosa. Dan berkat pelayanan Gereja, Ia melimpahkan pengampunan dan damai kepada orang yang bertobat. Maka, saya melepaskan saudara dari dosa-dosa saudara. Demi nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.” Rumusan ini menekankan Bapa Surgawi kita yang penuh belas kasihan, misteri keselamatan dari sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus serta pelayanan pemulihan oleh Roh Kudus melalui Gereja.
Imam kemudian mempersilakan kita untuk pergi dengan mengatakan, “Bersyukurlah kepada Tuhan sebab Ia baik,” dengan mana kita menjawab, “kekal abadi kasih setia-Nya.” (Banyak imam secara sederhana mengatakan, “Semoga Tuhan memberkatimu”). Kita lalu meninggalkan kamar pengakuan untuk melaksanakan penitensi yang diberikan kepada kita.
Sakramen Tobat sungguh merupakan sakramen yang indah dengan mana kita didamaikan kembali dengan Allah, diri kita sendiri, dan sesama. Ingatlah kata-kata St Paulus ini, “Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita” (Ef 2:4-5). Sementara kita semakin dekat dengan perayaan Paskah, marilah meluangkan waktu untuk mengaku dosa dengan baik.
SESUDAH PENGAKUAN DOSA
Kita akan keluar dari Kamar Pengakuan dengan perasaan lega! Cobalah untuk melaksanakan penitensi penyembuhan sesegera mungkin. Kita telah diampuni, disembuhkan serta dipulihkan sepenuhnya persahabatan kita dengan Tuhan. Salah satu hal terindah tentang pengampunan dosa adalah bahwa Tuhan mengampuni dan melupakan! Begitu dosa-dosa kita telah diampuni, kita diperbaharui dalam rahmat Tuhan. Kita harus mempunyai niat yang kuat untuk menghindari dosa di masa mendatang. Tetapi jika kita tergelincir atau melakukan kesalahan, ingatlah TUHAN SENANTIASA ADA DI SANA DENGAN KASIH-NYA!
Terima kasih atas petunjuknya. Saya akan terus mencoba agar pengakuan dosa saya semakin bertambah baik dan benar di hadapan Tuhan
BalasHapusTerimakasihh
BalasHapusTerima kasih atas informasi & petunjuknya,ini sangat bermanfaat bagi saya sebagai orang pendosa.
BalasHapusSetelah membaca artikel di atas, harusnya begitu sederhana untuk melakukan pengakuan dosa namun sudah 15 tahun saya tidak mengaku dosa, kenapa saya begitu berat untuk meluangkan sedikit waktu untuk melakukan penitensi ya...mohon bantuan pencerahannya, terima kasih.
BalasHapussangat menbantu, ketika membaca nya. trimakasi.
BalasHapussangat menbantu, ketika membaca nya. trimakasi.
BalasHapussangat menbantu, ketika membaca nya. trimakasi.
BalasHapus