Kami percaya akan Tuhan kita Yesus Kristus, yang adalah Putera Allah……. Di bawah pemerintahan Pontius Pilatus Ia menderita, Sang Anak Domba Allah, yang menanggung dosa-dosa dunia, dan Ia wafat bagi kita di kayu salib, menyelamatkan kita oleh darah-Nya yang menebus……. Kami percaya bahwa Tuhan kita Yesus Kristus, oleh pengorbanan-Nya di kayu salib menebus kita dari dosa asal dan segala dosa pribadi yang telah kita lakukan oleh kita masing-masing, sehingga seturut kata-kata sang Rasul, ‘di mana dosa bertambah banyak, di sana anugerah menjadi berlimpah-limpah (lihat Rm 5:20). (Sumber: Paus Paulus VI, Professio Fidei [“Kredo Umat Allah,” 30 Juni 1968; dipetik dari MY GOD AND MY ALL, sebuah buku doa untuk para Fransiskan Sekular - Chicago, Ill.: Franciscan Herald Press).
Dalam tulisan ini kita akan membahas secara populer tentang Yesus Kristus, Sang Penebus, sengsara dan kematian-Nya bagi kita-manusia, juga makna penebusan kita. Seperti Santo Paulus, kita – para murid Kristus – dapat berkata: “Aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus” (Gal 6:14), salib yang “untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan” (lihat 1Kor 1:23), namun bagi kita adalah keselamatan dan kehidupan kekal.
Putera Allah Datang ke Dunia untuk Menyelamatkan Kita.
Motif Bapa surgawi untuk mengutus Yesus ke dunia adalah kasih: “Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16). Hal ini dikatakan Yesus sebagai bagian dari pengajaran-Nya kepada Nikodemus, seorang pemuka agama Yahudi dari kalangan Farisi, anggota Sanhedrin yang terhormat, dan ...... proses belajar-mengajar di dilaksanakan di malam hari.
Dalam Perjanjian Baru – khususnya keempat Injil – Yesus digambarkan sebagai seorang Pribadi yang sepenuhnya sadar bahwa misi-Nya adalah untuk menderita dan mati untuk kita-manusia, sekaligus membawakan kehidupan bagi kita. Di depan para murid-Nya yang terdekat, Dia meramalkan sengsara-Nya, kematian-Nya dan kebangkitan-Nya, sebanyak tiga kali, tentunya agar para murid-Nya itu sampai kepada pemahaman yang benar akan semua hal itu; agar pemahaman mereka tentang Mesias (=Kristus) menjadi lurus. Marilah kita baca apa yang dikatakan-Nya pada saat untuk ketiga kalinya Dia mengumumkannya: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan segala sesuatu yang ditulis oleh para nabi mengenai Anak Manusia akan digenapi. Sebab Ia akan diserahkan kepada bangsa-bangsa lain, diolok-olokkan, dihina dan diludahi. Mereka akan mencambuk dan membunuh Dia, tetapi pada hari ketiga Ia akan bangkit” (Luk 18:31-33). Apa bunyi ayat setelah itu? Catatan Lukas penulis Injil adalah sebagai berikut: “Akan tetapi, mereka sama sekali tidak mengerti semuanya itu; arti perkataan itu tersembunyi bagi mereka dan mereka tidak tahu apa yang dimaksudkan” (Luk 18:34). Memang misteri penebusan susah untuk dipahami oleh sebagian besar orang Yahudi dan orang yang memiliki mindset seperti mereka, , sampai-sampai Yesus yang sudah bangkit berkata kepada dua orang murid dalam perjalanan mereka dari Yerusalem ke Emaus: “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu untuk mempercayai segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?” (Luk 24:25-26).
Akan tetapi, bagi Yesus (Yunani: Ièsous dari bahasa Ibrani: Yésyüa, Yehôsyûa = YHWH yang menyelamatkan), salib selalu berada di depan mata-Nya. “Ketika hampir tiba waktunya Yesus diangkat ke surga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem” (Luk 9:51). Di Yerusalem ini Yesus akan mengalami baptisan salib yang pahit, namun menyelamatkan: “Aku harus dibaptis dengan suatu baptisan, dan betapa susah hati-Ku sebelum hal itu terlaksana!” (Luk 12:50). Yesus memang merindukan baptisan itu, karena hanya dengan baptisan itulah maka api kasih-Nya dapat dinyalakan di atas bumi. Yesus bersabda: "Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapa Aku harapkan, api itu telah menyala!” (Luk 12:49); oleh baptisan salib itulah Ia mati untuk bangsa Yahudi sekaligus akan mengumpulkan menjadi satu anak-anak Allah yang tercerai-berai di luar lingkungan bangsa Yahudi (lihat Yoh 11:52).
Sengsara Yesus Memang Diperlukan.
Sengsara Yesus bukanlah sesuatu yang secara mutlak harus terjadi. Tentu saja Allah tidak perlu menyelamatkan umat manusia pada waktu mereka jatuh ke dalam dosa. Dan tentunya Allah juga dapat menyelamatkan umat manusia dengan banyak cara. Kalau pun Allah berkehendak demikian, maka Dia dapat menerima pengungkapan penyesalan dan pertobatan manusia yang sebenarnya tidak memadai, atau sesungguhnya Dia malah dapat begitu saja mengampuni dosa-dosa mereka.
Akan tetapi, adalah kehendak Allah, bahwa demi kasih-Nya kepada umat manusia, maka penebusan dicapai secara paling sempurna dan cocok. Untuk ini, perlulah bagi Putera Allah untuk menjadi seorang manusia dan menderita sengsara yang sedemikian berat. Maka, dalam artian inilah kita berani mengatakan, bahwa sengsara Yesus memang diperlukan.
Yesus sendiri mendeklarasikan, bahwa Dia harus menderita untuk membawa kehidupan kekal bagi kita. Ia bersabda, “Sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:14-15). Ia harus menderita, karena Bapa-Nya sejak kekal menghendaki, bahwa kodrat insani-Nya – mahkota dan ikatan pemersatu segenap ciptaan, harus menerima kemuliaannya sebagai buah dari salib. Kepada kedua orang murid-Nya yang sedang stres dalam perjalanan dari Yerusalem menuju Emaus, Yesus bersabda, “Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?” (Luk 24:26). Nabi-nabi Perjanjian Baru juga telah bernubuat tentang penderitaan sengsara Kristus (teristimewa Yes 53 yang berbicara mengenai Hamba YHWH, juga Mzm 22). Berbagai nubuatan ini merupakan pengungkapan kehendak Allah dan tentunya harus dipenuhi/digenapi. Yesus bersabda: “Harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur” (Luk 24:44).
Yesus sebagai manusia, mengakui dan mematuhi perintah yang diterima-Nya dari Bapa surgawi, “Inilah perintah yang Kuterima dari Bapa-Ku” (Yoh 10:18). Dengan bebas Yesus menerima apa yang dituntut oleh Bapa surgawi: “Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku agar Aku menerimanya kembali. Tidak seorang pun mengambilnya dari Aku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri” (Yoh 10:17-18). Dengan kasih yang bebas dan penuh ketaatan, Ia memberikan diri-Nya sendiri kepada kehendak Bapa-Nya dalam sengsara-Nya. Di taman Getseman, Yesus berdoa: “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau berkenan, ambillah cawan ini dari hadapan-Ku; tetapi jangan kehendak-Ku; melainkan kehendak-Mulah yang jadi” (Luk 22:42).
Penebus yang sempurna.
Karena kasih Allah yang begitu besar kepada dunia, maka Yesus diutus ke dalam dunia ini sebagai seorang Penebus yang sempurna. Walaupun Ia adalah Allah, Ia juga sungguh manusia, Saudara kita. Sebagai seorang Adam yang baru (lihat 1Kor 15:45) dan Kepala dari Tubuh Mistik (lihat Ef 1:22), Ia memiliki solidaritas yang mendalam dengan kita semua. Yesus membuat para murid-Nya menyatu dengan diri-Nya, seperti pokok anggur dan ranting-rantingnya (lihat Yoh 15:5). Karena kita bersatu dengan diri-Nya, maka tindakan penyelamatan-Nya dapat menjadi keselamatan kita.
Karena kemanusiaan Yesus adalah kemanusiaan dari Dia yang adalah sang Putera Allah, maka tindakan-tindakan penyelamatan-Nya adalah tindakan-tindakan dari seorang Pribadi yang adalah Allah. Jadi, tindakan-tindakan-Nya itu memberikan anugerah berlimpah-limpah, seperti dikatakan oleh Paulus:
“Karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang banyak orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi anugerah Allah dan karunia-Nya yang dilimpahkan-Nya atas banyak orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus. Dan karunia itu tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi pemberian karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang, maut telah berkuasa melalui satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan anugerah dan karunia kebenaran, akan hidup dan berkuasa karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus.
Sebab itu, sama seperti melalui satu pelanggaran banyak orang beroleh penghukuman, demikian pula melalui satu perbuatan kebenaran, banyak orang beroleh pembenaran untuk hidup. Jadi, sama seperti melalui ketidaktaatan satu orang banyak orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula melalui ketaatan satu orang banyak orang menjadi orang benar.
Dengan masuknya hukum Taurat, pelanggaran menjadi semakin banyak; tetapi di mana dosa bertambah banyak, di sana anugerah menjadi berlimpah-limpah, supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian anugerah akan berkuasa oleh pembenaran untuk hidup yang kekal, melalui Yesus Kristus, Tuhan kita” (Rm 5:15-21).
Manusia Kristus Yesus ini, yang adalah Putera Allah sejati, adalah Dia yang satu-satunya Manusia yang dapat mempersembahkan kepada Bapa-Nya suatu kurban penebusan dosa umat manusia. Di sini kita dapat melihat kemahabesaran belas kasihan Allah untuk menyelamatkan umat manusia. Allah tidak hanya menyelamatkan kita, melainkan juga Dia memberikan keselamatan itu dengan cara yang penuh kemurahan hati, dan dengan cara penuh hormat terhadap kemanusiaan yang diselamatkan-Nya. Dalam Kristus, Allah Bapa memperkenankan seorang Manusia untuk membawakan kepada-Nya karunia-karunia yang pantas untuk keselamatan (lihat Rm: 15-21 di atas).
Sang Pengantara.
Yesus adalah “Pengantara” atau “Mediator” kita. Dia, yang adalah ‘sungguh Allah sungguh Manusia’, menyelamatkan kita dari alienasi dan kesengsaraan serta mendamaikan kita kembali dengan Bapa surgawi.
Mediasi Yesus yang dicapai-Nya melalui sengsara dan kematian-Nya bersifat unik. Hanya Dia yang adalah Allah dan manusia sekaligus-lah yang dapat mendamaikan kita kembali dengan Allah secara demikian. Orang-orang lain mungkin dapat memainkan suatu peranan juga dalam karya penyelamatan-Nya, namun hanya bersifat sekunder, dan dalam ketergantungan total kepada Yesus, karena Dia adalah Pengantara perdamaian yang memang diperlukan dan tidak dapat diabaikan. Paulus menulis kepada Timotius: “Karena Allah itu esa dan esa pula Pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia” (1Tim 2:5-6).
Tindakan Penebusan yang Sempurna.
Bahwasanya Kristus harus menebus kita lewat kematian-Nya di kayu salib adalah sesuai kehendak Allah sebagai cara yang paling cocok guna menyelamatkan kita. Salib Kristus mengajar kita betapa jahatnya dosa. Manakala Putera Allah dilihat sebagai kurban penebusan yang cocok atas dosa kita, maka kita diajar untuk menahan diri dan melawan godaan untuk berdosa. Dari salah satu surat Santo Paulus kita membaca lagi: “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1Kor 6:20).
Dalam heroisme sengsara-Nya, Kristus memberikan kepada kita suatu pola untuk ketaatan, kerendahan hati, dan kesetiaan yang kita perlukan untuk melayani Allah dengan setia, dan Ia pun menunjukkan kepada kita kebutuhan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan keadilan dan belas kasihan, bahkan apabila kita sendiri sedang diperlakukan secara tidak adil.
Di atas segalanya, sengsara Yesus merupakan bentuk sempurna dari penebusan karena dengan cara terbaik mengungkapkan kemahabesaran kasih Allah (lihat Yoh 3:16). Karena dosa-dosa kita menjadi babak-belur, menjadi lemah dan terasingkan dari Allah. Kita mempunyai kebutuhan untuk melihat berapa besar kita dikasihi oleh Allah kita sehingga kita akan belajar untuk balik mengasihi Allah. “Akan tetapi, Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita dalam hal ini: Ketika kita masih berdosa, Kristus telah mati untuk kita” (Rm 5:8).
Pada suatu ketika, Rasul Filipus bertanya memohon kepada Yesus agar Tuhan menunjukkan Bapa itu kepada para murid. Jawab Yesus kepada Filipus: “Siapa saja yang telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh 14:9), artinya percaya akan Putera Allah yang tersalib berarti melihat Bapa. Artinya, percaya bahwa kasih hadir dalam dunia dan bahwa kasih ini lebih kuat daripada kejahatan apa saja di mana para individu, kemanusiaan atau dunia terlibat. Percaya kepada kasih ini berarti percaya akan belas kasihan, karena belas kasihan itu merupakan suatu dimensi yang tidak dapat dihindari dari kasih, layaknya nama kedua untuk kasih (Ensiklik Paus Yohanes Paulus, Dives in Misericordia [30 November 1980],7).
Dikutip dari tulisan F.X. Indrapradja, OFS
Dalam http://catatanseorangofs.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar