Kamis, 13 Mei 2010

DI RUANG PENGADILAN

Di sebuah ruang pengadilan. Di Kerajaan Atas Awan, Seorang terdakwa dibawah masuk ....Lalu pengadilanpun dimulai.

Hakim : Nama anda?

Terdakwa : Pilatus, Lengkapnya Pontius Pilatus

Hakim : Jabatan terakhir anda ?

Terdakwa : Gubernur Jendral Romawi diwilayah Timur

Hakim : Anda sudah maklum, apa sebabnya anda dibawah kemari?

Terdakwa : Saya belum dapat memahaminya


Hakim : Baiklah... Anda telah dituduh memerintahkan penyaliban atas orang bernama Yesus, berasal dari Nazaret, walaupun anda tau benar bahwa orang ini tidak bersalah. bagaimana tanggapan Anda atas tuduhan ini?

Terdakwa : Paduka hakim, saya masih ingat benar peristiwa itu. dan inilah tanggapan saya...

Hakim : Bagaimana?

Terdakwa : Bahwa saya memerintahkan penyaliban itu, Dan saya sebenarnya tak mendapati kesalahan apapun dari orang yang benama Yesus ini. dan itupun tak dapat saya sangkal, Namun untuk semua tiu, saya dituduh melakukan kesalahan. Itu tak dapat saya terima karena belum ada check dan recheck. begitulah.

Hakim : apakah negara anda mempunyai undang undang?

Terdkawa : Undang - Undang Romawi, rasanya yang paling sempurna di dunia pada waktu itu.

Hakim ; Apakah dalam Undang - Undang itu, ada dibenarkan menghukum orang tanpa kesalahan ?

Terdakwa : tentu saja tidak!

Hakim : baik. Apakah sebagai Gubernur Jendral saudara mempunyai kekuasaan ?

Terdakwa : Ya. Gubernur Jendral adalah wakil Kaisar Romawi di wilayahnya.

Hakim : Itu berarti, Anda mempunyai kekuasaan juga untuk membebaskan juga orang yang benama Yesus itu, kalau saja anda mau?

Terdakwa : Ya. Saya tentu bisa membebaskannya, kalau saya mau. Lebih tepatnya, Kalau saya bisa.

Hakim : Itulah tuduhan atas anda. Anda melanggar undang-undang anda sendiri. Anda tidak menjalankan kekuasaan yan ada di tangan Anda. Sebaliknya, anda memerintahkan untuk menyalibkan Yesus.

Terdakwa : Paduka Hakim... itu tak dapat disimpulkan sedemikian sederhana.

Hakim : Maksud Anda ?

Terdakwa : Persoalan disini jauh lebih kompleks dari pada soal pidana atau perdata biasa. Sisini tersangkut paut soal dan pertimbangan politis. dan say paduka hakim sendiri maklum, bahwa kedudukan saya pada waktu itu, bukan sekedar untuk memberi keputusan hukum, tetapi terutama sebuah keputusan politik.

Hakim : Apakah menurut hemat Anda, pertimbangan politik itu tidak harus dibawah pertimbangan hukum?

Terdakwa : Bagi saya, Justru sebaliknya. Pertimbangan hukum itulah yang mesti diletakkan didalam kerangka pertimbangan politis. Paduka Hakim mesti membayangkan, apakah untungnya menegakkan hukum apabila mesti mengguncangkan negara ?

Hakim : Apa yang Anda maksudkan dengan mengguncangkan penguasa? Apa itu kedudukan Anda ?

Terdakwa : Dalam kenyataan apa bedanya? Keguncangan kuasa bukankan berarti keguncangan Negarta ?

Hakim : Baik saya ajak Anda melihat persoalannya dari sudut yang lain.Sebenarnya , apa benar ruginya bagi Anda sekiranya Anda membebaskan Yesus pada waktu itu ?

Terdakwa : Ruginya ? Bukan terutama kerugian saya pribadi, Paduka Hakim. Tettapi kerugian bagi negara. Bila say membebaskan Yesus, akan timbul keresahan dikalangan rakyat Yahudi yang tidak puas. Keresahan smacam itu bisa mengganggu stabilitas. Atau mereka akan melapor langsung ke Roma, dengan akibat saya mesti diganti. Persoalannya bukanlah kedudukan saya, tetapi pergantian kekuasaan seperti ini sungguh merugikan kesatua yang sedang diusahakan untuk wilaya kekaisaran Romawi yang luas itu.

Hakim : Apa Anda menganggap itu jauh lebih bermanfaat dan berharga dari pada tegaknya kebenaran ?

Terdakwa : Apa itu Kebenaran? Menegakkan kebenaran dengan akibat menimbulkan keguncangan, apakah itu tindakan yang bijaksana?

Hakim : Namun Anda sebagai pribadi, bila anda membiarkan hati nurani Anda bicara, apakah Anda masih dapat membenarkan keputusan Anda ?

Terdakwa : Paduka Hakim, Saua adalah seorang pejabat. Saya tak mungkin membiarkan suara hati nurani berbicara terlampau banyak. Sebab siapa berbuat demikian, ia tidak akan pernah sanggup menjadi pejabat yang baik.

Hakim : Maksud Anda ?

Terdakwa : Pejabat itu berarti pemegang kuasa. Seperti saya ini, Paduka Hakim< Kepada atasan saya , saya berutang kuasa. Sefang kepada bawahan saya, saya mesti menjalankan kuasa. Dan bicara tentang kuasa, Paduka Hakim, itu tak mengenal hati nurani. Begitu kuasa ada di tangan kita, satu satunya prinsip adalah Live and let die. Membunuh atau dibunuh. Hakim : Tapi Toh tak berarti anda hanya sekadar sekrup dalam sebuah mesin Kekuasaan ? Terdakwa : Tidak! Di kamar tidur, aaya adalah Pontius Pilatus. Disitu selama proses pengadilan itu berlangsung, saya sebagai pribadi yang bergumul mengenai bagaimana jalan yang bijaksana untuk membebaskan Yesus yang tidak bersalah. Paduka Hakim, saya yakin bahwa saya telah mengusahakan pembebasan itu sebaikbaiknya. Hakim : Dan Anda gagal ? Terdakwa : Bagi saya itu dukan kegagalan. Istilah sekarang itu adalah usaha yang maksimal. Hakim : O. ya saya mafhum. Sebab mengikuti jalan pikiran Anda, yang Anda kerjakan dan usahakan bukanlah membebaskan yang tidak bersalah, tetapi bagaimana mempertahankan kekuasaan Anda. Untuk yang kedua ini, anda cukup berhasil. Terdakwa : Saya tidak punya pilihan lain. Hakim : Pilihan sebenarnya selalu ada. Soalnya Anda cuma mau memilihsatu yaitu kepentingan anda sendiri. Nah Apakah masih ada yang lain yang mau dikatakan ? Terdakwa :" Sementara ini tidak, Paduka Hakim.. Hakim : Baiklah. Saya tunda persidangan ini sampai disini. saya masih ingin mendengar saksi saksi lain. Tapi satu hal yang mesti saya ingatkankepada Anda, disini.... pada akhirnya.. setiap orang akan diadili sebagai pribadi, seluruh pertimbangan hati nuraninya. Dikerajaanini tidak dikenal pejabata atau rakyat, atasa atau bawahan. Anda juga tidak akan diadili sebagao Gubernur Jendral, tapi sebagai Pontius Pilatus. Anda mengerti ? Terdakwa : Ya, Paduka Hakim, daya mengerti. Hakim : Lalu yang terakhir, sebelum sidang ini ditunda. Tahukah anda siapa saya ? Terdakwa : Maaf, Paduka Hakim, saya tidak tau Hakim :Saya adalah Orang yang Anda salibkan itu! Nah bila sekarang saya memakai cara dan pertimbangan yang sama dengan anda pergunakan waktu mengadili saya dahulu, bagaimana pendapat Anda ? Terdakwa : ( Ketakutan Sekali )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...